Monday 8 June 2015

X.2.5 ZAKAT, HAJI DAN WAKAF, bagian 2



II.   WAKAF
1.   KETENTUAN WAKAF
Wakaf menurut pengertian bahasa Arab berarti menahan. Dalam istilah agama Islam berarti menahan harta benda milik pribadi atau kelompok yang diserahkan kepada pihak lain untuk kepentingan ibadah atau untuk bisa dimanfaatkan oleh masyarakat umum  yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Pihak lain dimaksud dapat berbentuk lembaga atau perorangan seperti : yayasan pendidikan, lembaga sosial, perkumpulan, jama’ah pengajian dan lain-lain. 

Hukum wakaf pada mulanya jaiz (boleh-boleh saja), namun ditilik dari kemanfaatannya maka hukum wakaf menjadi sunat. Wakaf merupakan shodaqah yang bernilai langgeng selama bisa dimanfaatkan umum.
Rasululah  saw. bersabda :
اِذَا مَاتَ اْلِانْسَانُ اِنْقَطَـعَ عَمَلُـهُ اِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ صَـدَقَةٍ جَـارِيَـةٍ اَوْ عِلْـمٍ يُـنْـتَـفَـعُ بِـهِ اَوْ وَلَـدٍ صَـالِـحٍ يَــدْعُـوْ لَـهُ    رواه ابن ماجه
Artinya : Apabila meninggal anak adam (manusia), maka terputuslah amalnya, kecuali tiga hal, yakni : shodaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya.  HR. Ibnu Majah
Untuk melaksanakan wakaf secara syah, maka harus memperhatikan rukun wakaf sebagai berikut :
a.   Wakif, pihak yang menyerahkan harta wakaf;
b.  Mauquf alaihi, pihak yang menerima harta wakaf (disebut pula dengan istilah Nadhir).
c.  Mauquf, harta yang diwakafkan, seperti : tanah, rumah, ketik, computer dan lain-lain.
d.  Shighot, ikrar serah terima harta wakaf antara wakif dengan mauquf alaihi.
2.   HARTA YANG DIWAKAFKAN
Harta yang akan diwakafkan harus memenuhi beberapa ketenteuan sebagai berikut :
a.   Harta  yang diwakafkan merupakan barang atau harta tidak habis  pakai  dan memiliki kemanfaatan besar.
b.   Harta atau barang yang diwakafkan tersebut bisa berupa barang bergerak  maupun  tidak. Contoh barang tidak bergerak : tanah, rumah, gedung pertemuan, musholla dan lain-lain.  Sedang barang bergerak contohnya : Sepeda motor, mesin jahit, mobil, traktor, foto copy dan lain-lain.
c.   Harta yang  diwakafkan  tidak boleh dalam persengketaan, misalnya masih  dalam  status sewaan, sedang menjadi barang jaminan di bank, sedang dalam sitaan negara danm ikatan-ikatan lainnya termasuk dalam perebutan keluarga sebagai harta waris, sehinggga wakif dan mauquf alaihi nantinya tidak digugat oleh pihak tertentu dikemudian hari.
d.   Harta yang diwakafkan harus dapat memberikan manfaat.  Untuk itu pada saat ikrar boleh saja disebutkan apa-apa yang diharapkan manfaatnya dari harta atau barang itu.  Namun pada saat tertentu bisa jadi barang wakaf itu tidak lagi memberi manfaat, misalnya mobil wakaf yang sering mogok, gedung yang sudah tidak bisa dipakai, maka dalam hal ini sebagian ulama membolehkan harta wakaf dialihkan untuk manfaat lain  atau barang itu diganti dengan barang lain sehingga lebih bermanfaat.  Hanya saja penggantian barang dan pengalihan manfaat itu boleh dilakanakan apabila dalam keadaan terpaksa.
3.   MANFAAT WAKAF.    
Wakaf tidaklah sama dengan sekedar sedekah biasa, akan tetapi lebih besar pahala dan manfaatnya, khususnya bagi kemaslahatan umat Islam. Kenyataan sehari-hari membuktikan bahwa banyak manfaat yang dapat dipetik dengan adanya wakaf ini, dalam kehidupan bermasyarakat dapat menjadi wahana untuk meraih kemajuan dalam berbagai segi hidup dan kehidupan, khususnya dalam rangka menghidupkan syiar Islam.
Secara singkat manfaat zakat dapat digolongkan :
a.   Sebagai amal jariyah yang pahalanya terus mengalir bagi wakif dan manfaatnya dapat dinikmati oleh masyarakat Islam pada umumnya.
b.  Membantu kemajuan syiar Islam ( banyak sekolah, mushalla, masjid dan lain-lain berdiri karena dari adanya wakaf)
c.   Membina ukhuwah Islamiyah diantara sesama umat Islam.
4.   PERWAKAFAN DI INDONESIA
Di Indonesia, pelaksaaan wakaf diatur secara hukum dengan menggunakan administrasi yang jelas.  Peraturan wakaf yang sudah ada ialah : Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 tahun 1977, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 tahun 1977, Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1978 dan poeraturan Dirjen Bimas islam No. Kep/P/75/1978.
Pelaksanaan wakaf menggunakan hukum dinamis dengan harapan  perwakafan akan memberikan banyak manfaat atau hikmah bagi umat.  Untuk itu peraturan yang ada harus diperhatikan dan dipelajari oleh wakif.  Dalam hal ini seorang calon wakif menghubungi KUA setempat lebih dahulu untuk memperoleh penjelasan secara jelas. 
Hal ini karena kepala KUA merupakan pejabat pembuat akta ikrar wakaf, dan seharusnya pada saat ke KUA wakif bersama  maukuf alaih sebagai nadhir karena setelah adanya ikrar tertulis disaksikan dua orang saksi dewasa, maka nadhir berkewajiban mengamankan , memelihara harta beserta surat-suratnya. Nadhir juga mempunyai hak menerima penghasilan  dari manfaat harta wakafnya sesuai ketentuan yang ditetapkan.

No comments:

Post a Comment