Tuesday 9 June 2015

KUR 2013.XII.1.3 MUNAKAHAH, bagian 2

MUNAKAHAH
PERNIKAHAN DALAM ISLAM
E.   RUKUN NIKAH DAN SYARAT-SYARATNYA
Rukun nikah yaitu unsur-unsur yang harus ada pada saat dilang­sungkannya suatu pernikahan, dan unsur-unsur tersebut telah memenuhi persyaratan tertentu. Apabila salah satu rukun tidak terpenuhi atau tidak memenuhi persyaratan maka pernikahan menjadi tidak sah dan harus diulang.
Rukun Nikah ada 5, terdiri dari

1.       Calon Suami, seorang laki-laki sah / boleh menjadi calon suami seorang muslimah dengan syarat :
a.     Beragama Islam
b.     Atas kemauan sendiri    
c.     Bukan mahram calon istri
d.     Tiddak sedang ihram (haji/umrah)
2.       Calon Istri, seorang perempuan sah / boleh menjadi calon istri seorang lski-laki muslim dengan syarat :
a.     Beragama Islam             
b.     Bukan muhrim calon suami
c.     Tidak sedang bersuami
d.     Tidak dalam masa iddah
e.     Tidak sedang ihram (haji/umrah)
3.       Wali (dari calon istri), boleh atau sah menjadi wali dari mempelai wanita apabila memenuhi syarat berikut :
a.     Beragama Islam
b.     Dewasa (baligh)
c.     Berakal sehat (aqil)                   
d.     Laki-laki
e.     Merdeka (bukan budak)                    
f.      Adil (tidak fasiq)           
g.     Tidak sedang ihram (haji/ umrah )
4.       Dua orang saksi, syarat sah menjadi saksi dalam suatu pernikahan sama dengan persyaratan wali, kecuali g.
5.       Sighat aqad (Ijab Qabul), Ijab yaitu perkataan dari wali mempelai perempuan, seperti :
a.     Saya nikahkan engkau dengan anak saya....  dengan maskawin ....
b.     Qabul  yaitu jawaban dari mempelai laki-laki, seperti : Saya  terima menikahi..... dengan maskawin.........
c.     Ucapan ijab qabul harus jelas dan beruntun tidak berselang  waktunya (diselingi perka taan lain sebelum qabul)

Penjelasan :  
a.    Tidak sah suatu pernikahan tanpa izin dari wali
b.    Tidak sah suatu pernikahan tanpa adanya wali dan saksi
c.    Dalil Al Qur’an tentang masalah wali :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ [٥:٥١]
Artinya :     Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi Wali; sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim
d.    Urut-urutan yang berhak menjadi wali dalam suatu pernikahan adalah :
1. Ayah kandung, kakek terus ke atas        
2. Saudara laki-laki sekandung       
3. Saudara laki-laki seayah 
4. Anaklaki-laki dari no. 2 dan terus ke bawah      
5. Anak laki-laki dari no. 3 terus ke bawah
6.  Saudara laki-laki dari ayah yang sekandung
7.  Saudara laki-laki dari ayah yang seayah
8.  Anak laki-laki dari no. 6
9.  Anak laki-laki dari no. 7
Bila kesembilan macam wali tersebut di atas tidak ada semua, maka yang menjadi wali dari mempelai wanita adalah penguasa atau hakim yang kemudian disebut dengan “Wali Hakim”.
e.    Muhrim/mahram adalah orang-orang yang tidak boleh (haram) dinikahi, mereka adalah :
1.    Haram dinikahi karena sebab hubungan keturunan, yaitu :
a)       Ibu kandung, nenek (dari ayah/ ibu) dan terus ke atas
b)       Anak perempuan, cucu, cicit dan seterusnya ke bawah
c)       Saudara perempuan (sekandung, sebapak atau seibu saja)
d)       Saudara perempuan dari bapak
e)       Saudara perempuan dari ibu
f)        Anak perempuan dari saudara laki-laki dan terus ke bawah
g)       Anak perempuan dari saudara perempuan dan terus ke bawah.
2.    Haram dinikahi karena sebab hubungan susuan , yaitu :
a)       Ibu yang menyusui
b)       Saudara perempuan sesusuan
3.  Haram dinikahi karena sebab hubungan perkawinan, yaitu :
a)       Ibu dari istri (mertua)
b)       Istri anak (menantu), baik sudah dicerai apalagi belum
c)       Anak tiri (perempuan) , apabila sudah bercampur dengan ibunya
d)       Istri bapak (ibu tiri), baik sudah dicerai atau belum
e)       Saudara perempuan dari istri dan bibi dari istri (saudara perempuan dari ayah atau ibu istri), kecuali bila sudah bercerai dengan istri.
A.      KEWAJIBAN SUAMI ISTRI
Seorang istri diharuskan menunaikan kewajibannya yang merupakan hak suami demikian pula sebaliknya, sehingga dalam kehidupan suami istri akan terjalin hubungan timbal balik yang baik, dengan kata lain masing-masing harus berupaya untuk menunaikan kewajibannya secara optimal. Dalam Buku Kompilasi Hukum, telah diatur tentang kewajiban suami istri, yang pokok-pokoknya sebagai berikut :
a.  Kewajiban suami
1.    Wajib memberikan nafkah, pakaian dan tempat kediaman serta biaya rumah tangga sehari-hari dan biaya pendidikan anak-anaknya.
2.    Memimpin, memberi perlindungan dan ketenteraman guna terwu­judnya keluarga sakinah, bahagia sejahtera
3.    Bergaul  dengan istri dan anak-anaknya dengan cara yang makr­uf, yaitu sesuai dengan kaidah akhlaqul karimah
4.    Memberikan pendidikan  dan bimbingan  kepada  anak dan istrin­ya untuk selalu bertaqwa dan meningkatkan taqwanya
5.    Memberikan nafkah  dan kediaman  kepada bekas istri selama masa iddah
6.    Kewajiban suami pada istri gugur, apabila istri nusyuz.
Dasar dari kewajiban di atas adalah ayat-ayat Al Qur’an  dan hadis, diantaranya :
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا [٤:٣٤]
Artinya :     Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. QS. An Nisa’ : 34
Yang perlu mendapatkan perhatian, bahwa kelebihan laki-laki dari wanita bukan berarti laki-laki lebih mulia dari wanita, akan tetapi karena kelebihan itulah yang menimbulkan kewajiban seperti tersebut di atas.
ياأيهَاالذينَ ءَامَـنـُوْا قوا أنفسَكمْ وَ أهْليـْكمْ نارًا.  التحـريم : 6
Artinya : “Hai orang-orang  yang  beriman, peliharalah  dirimu  dan  keluargamu  dari api neraka”. QS. At Tahrim : 6
Sabda Rasulullah saw. :
اتقواالله فى النساء فانكم اخَذتمُوهن بأمانة الله واستحْللتمْ فروجهُـنَ بكلمات الله   رواه  مسلم
Artinya : “Takutlah kepada Allah dalam urusan perempuan, sesung­guhnya karena mengambil mereka dengan kepercayaan Allah dan halal mencampuri mereka dengan kalimat Allah dan diwajibkan atas kamu (para suami) memberikan nafkah dan pakaian kepada mereka dengan cara yang baik (sesuai kemampuan)”. HR. Muslim

b.    Kewajiban Istri
Kewajiban istri merupakan hak suami, begitu juga sebaliknya. Adapun kewajiban istri antara lain :
1.    Kewajiban  utama bagi istri adalah berbakti lahir bathin kepada suami di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh agama.
2.    Mengatur dan menyelenggarakan keperluanrumah tangga sehari-hari sebaik-baiknya bersama anggota keluarga yang lain.
3.    Menjaga dan  memelihara  kehormatan  diri,  keluarga, suami dan harta benda suami terutama bila suami tidak di rumah.
4.    Sesuai dengan kemampuannya, membantu tugas-tugas suami teruta­ma dalam menciptakan keluarga yang taqwallah.
Penjelasan
1.    Dalam kaitannya dengan hak dan kewajiban suami istri, sanga­tlah bijaksana bila memperha-tikan dan mempertimbangkan ayat berikut :
وَلَهُـنَّ مِـثْلُ الَّذِيْ عَلَـيْـهِنَّ بِالْمــَعْرُوْف
Artinya :     “Dan para wanita (istri) mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf”. QS. Al Baqarah : 228
2.    Suami istri harus selalu bekerja sama dalam mewujudkan tujuan perka­winan, terutama di dalam menciptakan kemesraan di atas sajadah sebagai wujud dari ketaqwaannya kepada Allah swt.

No comments:

Post a Comment