Tuesday 9 June 2015

KUR 2013.XII.1.6 STRATEGI DAKWAH DAN PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA, bag 2



XII.1.4
STRATEGI DAKWAH

                    DAN PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA
C.    KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM SEBAGAI PUSAT PENYIARAN ISLAM
Kerajaan-kerajaan yang berdiri sebagai pusat syi’ar dan perkembangan Islam di Indonesia antara lain kerajaan-kerajaan yang ada di Pulau Jawa seperti Demak, Cirebon dan Banten.

1.   Kerajaan Demak.
Kerajaan Demak berdiri setelah mampu melepaskan diri dari kekua­saan raja Hayam Wuruk (Majapahit), kerajaan Demak menguasai daerah maritim karena berada di pantai utara Jawa dan kebbanyakan rakyatnya berdagang menyebrangi lautan. Pada tahun 1512 Demak mengirim  angkatan perang yang dipimpin oleh Pati Unus melalui laut bekerja sama dengan Kerajan Aceh untuk menyerang Portugis di Malaka, namun missi ini mengalami kegagalan karena Portugis mampu memukul mundur mereka.
Kerajaan Demak dikenal memiliki Masjid Agung Demak yang tetap berdiri sampai sekarang, masjid tersebut didirikan oleh Walisongo termasuk Raden Fattah. Raden Fatah wafat pada tahun 1518 Masehi, digantikan oleh puteranya Pati Unus yang dikenal pula dengan nama Pangeran Sabrang Lor dan bergelar Sultan Demak II.
Sepeninggal Pati Unus tahun 1521, kerajaan dipimpin oleh PangeranTrenggono. Pada masa pemerintahan Pangeran Trenggono ini, datan­glah Fatahillah yang kemudian dinikahkan dengan adik perem­puannya. Fattahillah oleh Pangeran Trenggono diserahi tugas sebagai panglima perang dan tugas-tugas politik. Kemudian Fata­hillah pergi ke Cirebon dan Banten unttuk menghadapi Porttugis yang datang dengan cara pendudukan dan pemaksaan, dengan cara membuat benteng. Fatahillah atau juga sering disebut Falatehan, dengan armada Demaknya yang gagah berani berhasil menghancurkan tentara Portu­gis,m peristiwa ini terjadi pada tahun 1527 di pelabuhan Sundaa Kelapa. Sunda Kelapa oleh Fatahillah kemudian diganti nama menja­di Jayakarta.
Pada saat Fatahillah melancarkan serangan ke barat, Pangeran Trenggono sendiri meimpin pasukan ke daerah timur sampai ke Pasuruan.
Dalam catatan sejarah Kerajaan Demak penyebbaran dan perkembangan Islam di FDemak berkembang pesat sekali, lebih-lebih dalam kera­jaan ini mendapat dukungan penuh dari Walisongo seperti, Sunan Gunung Jati, Sunan Kudus, Sunan Kalijogo dan Sunan Muria.
2.   Kerajaan Cirebon.
Semula Cirebon dikuasai oleh Kerajaan Hindu Pajajaran, kemudian ketika Fatahillah memasuki daerah Cirebon beliau dapat merebut sebagian wilayah pelabuhan untuk digunakan sebagai daeran pen­yiaran Agama Islam dibawah naungan Kerajaan Demak. Fatahillah menyerahkan bandar Cirebon kepada Pangeran Trenggono yang kemu­dian oleh Pangran Trenggono diserahkan kepada putteranya yang bernama Pangeran Pasarean.
Pada tahun 1552 Fatahillah kembali menetap di Cirebon karena Pangeran Pasarean wafat, Fattahillah sendiri kemudian wafat sekitar tahun 1570, dimakamkan di Gunung Jati yang kemudian terkenal dengan nama Sunan Gunung Jati.
3.   Kerajaan Banten.
Jarak antara Cirebon dan Banten tidak seberapa jauh, ketika Fatahillah berhasil merebut daerah pelabuhan Cirebon, iapun melanjutkan perjalanan politiknya ke daerah barat sampai ke Banten setelah Cirebon dipegang oleh Pangeran Pasarean.Di Banten Fatahillah menyiarkan agama Islam dengan cara yang sangat bijaksana, sehingga kemudian banyak rakyat banten yang menerima kebenaran Islam dan kemudian memeluk Agama Islam, dengan meninggalkan agama semula yang berada dalam kekuasaan kerajan Hindu . Pajajaran.
Kerajan Banten Islam meluas sampai ke Lampung  di Sumatera Sela­tan, raja yang memimpin kerajaan Banten Islam pada saat itu adalah Sultan Hasanuddin yang kemudian digantukan oleh Pangeran Yusuf ( Maulana Yusuf ). Kekuasaan Hindu di masa pemerintahan Pangeran Yusuf semakin surut, namun sisa-sisa mereka yang tidak menerima Islam pindah ke Banten selatan yang saat ini dikenal dengan nama suku Badui.
Pangeran Yusuf wafat pada tahun 1580, beliau digantikan oleh puteranya  bernama Maulana Muhammad.
D.    PERANAN UMAT ISLAM DI INDONESIA
1.     Peranan Umat Islam pada Masa Penjajahan .
Indonesia merupakan negara yang beberapa kali dijajah bangsa lain. Penjajahan merupakan perwujudan dari nafsu serakah. Kegiatan penjajahan akan mengakibatkan bangsa yang dijajah hidup dalam sengsara karena hukum-hukum atau aturan yang diberlakukan pada masyarakat adalah hukum atau aturan yang menguntungkan pada penjajah.
Kedatangan penjajah di Indonesia semula tidak menampakkan sikap sebagai penjajah, mereka datang pertama kali seolah-olah sebagai pedagang, misalnya Spanyol dan Portugis serta Belanda. Namun ada penjajah yang datang ke Indonesia secara terang-terangan dalam rangka ekspansi wilayah sekaligus mengeruk hasil bumi Indonesia.
Misalnya Inggris dan Jepang. Maka bangsa Indonesia sebagai bangsa yang dijajah mengalamai berbagai macam penderitaan seperti kehidupan yang serba kekurangan pada hal mereka sendiri yang mengolah alam dan membuahkan hasil yang berlimpah, namun hasil itu diambil oleh penjajah; bangsa Indonesia hanya memiliki peralatan yang sederhana bahkan jauh dari Indonesia hanya memiliki peralatan yang sederhana bahkan jauh dari kehebatan senjata yang dimiliki penjajah; bangsa Indonesia setiap hari dari waktu ke waktu senantiasa dijadikan boneka oleh penjajah yang harus mau menuruti semua keinginan yang diperintahkan penjajah. Dan banyak lagi penderitaan bangsa Indonesia ketika penjajah menginjakkan kaki dan mengeluarkan kukunya di muka bumi Indonesia.
Umat Islam pada mulanya sudah menyadari akan kegiatan penjajah yang akan merugikan bangsa Indonesia. Akan tetapi umat Islam saat pertama penjajah datang memang tidak mau bermusuhan karena umat Islam memegang prinsip bahwa Islam adalah agama perdamaian dan menghormati orang lain. Boleh dikata penjajah ibarat tamu yang harus dihormati dan diberi suguhan hidangan. Namun perlakuan baik bangsa Indonesia disalahgunakan penjajah dan memanfaatkannya sebagai sumber kehidupan untuk kepentingan penjajah sendiri. Maka melihat sikap dan perilaku yang keterlaluan itu, umat Islam menyadari untuk segera bangkit menghadapi penjajah. Para penjajah bagaimana pun juga harus diusir dari bumi Indonesia. Maka muncullah orang-orang Islam yang terang-terangan melawan penjajah seperti Pangeran Diponegoro, Cut Nya’ Din, Imam Bonjol, Fatahillah dan lain-lain.
Dalam melawan penjajah umat Islam berperang sebagai mujahid (pejuang) yang berusaha menegakkan kebenaran melawan nafsu serakah penjajah, peran ini tampak pada kegiatan peperangan fisik. Umat Islam juga memerankan politikus yang memperjuangkan hidup melalui meja politik menghadapi hukum-hukum atau aturan yang dibuat penjajah. Biasanya peranan ini melalui perundingan-perundingan antara ujmat Islam dengan penjajah, namun sering peran ini kandas karena ternyata penjajah berlaku curang dengan melanggar hasil perundingan yang telah disepakati bersama.
Bagaimanapun juga penjajah yang dirasuki nafsu duniawi yang berlebihan itu akan menghalalkan berbagai cara untuk memenuhi keinginannya menguasai bumi dan hasil-hasilnya dari Indonesia. Umat Islam tidak akan tinggal diam menghadapi mereka. Dan umat Islam telah menunjukkan peran yang maksimal untruk menghalau mereka agar tidak menjajah lagi di bumi pertiwi.
2.     Peranan Kerajaan Islam dalam Menentang Penjajah
Kerajaan Islam yang sudah berdiri di beberapa daerah Indonesia tidak tinggal diam dalam menghadapi penjajah. Yang mendorong untuk berjuang adalah semangat rohaniah keisalman yang menentang kemungkaran di muka bumi. Bagaimanapun juga kemungkaran di atas bumi harus diubah menjadi kebajikan atau kebenaran.
Kuku penjajah yang dicengkeramkan di bumi Indonesia terasa telah mencabik-cabik kehidupan bangsa Indonesia. Maka kerajaan Islam segera menyusun strategi untuk menghadapi penjajah yang dilanjutkan dengan perlawanan dalam perang fisik maupun dalam percaturan politik.
Peranan kerajaan Islam sangat begitu penting dalam melawan penjajah karena memungkinkan masyarakat muslim secara bersama-sama dan serentak melawan penjajah di bawah komando Raja. Di samping itu melalui kerajaan memungkinkan kerajaan lainnya dalam menentang penjajah baik dalam pertempuran fisik maupun percaturan politik.
3.     Peranan Umat Islam pada Masa Perang Kemerdekaan
Menentang penjajah bukan saja untuk menundukkan penjajah, melainkan juga mengusir kekuasaan penjajah dari muka bumi Indonesia. Masyarakat harus merdeka untuk menentukan nasib sendiri. Selama ada campur tangan penjajah maka nasib bansa akan selalu dipermainkan oleh bangsa negara lain.
Untuk itulah  maka kemerdekaan harus diperjuangkan. penjajah harus dihancurkan sampai ke akar-akarnya. Upaya memperjuangkan kemerdekaan dilakukan dengan sekuat tenaga. Dalam hal ini ummat Islam dengan semangat membela tanah air tidak henti-hentinuya mengupayakan agar bangsa yang menjajah segera keluar dari Indonesia. Upaya ini dilakukan umat ada yang secara perorangan, ada pula yang berkelompok. Biasanya yang dilakukan perorangan karena individu itu berada di tempat yang terpencil, sedangkan penjajah bertindak semena-mena terhadap masyarakat muslim di daerah itu. Peran melawan penjajah yang dilakukan perorangan ini berlanjut dengan perlawanan oleh kelompok masyarakat muslim (umat Islam).
Peran mereka membuahkan hasil yang beragam, ada yang menang umat Islamnya, ada yang kalah umat Islamnya, dan ada pula yang antara penjajah dengan umat Islam mengakhiri peperangan dengan cara perundingan karena antara kedua pihak sama-sama dirasa kuat. Namun demikian yang patut kita ketahui adalah bagaimanapun juga upaya mencapai kemerdekaan telah diusahakan oleh umat Islam dengan peranannya sebagai pejuang fi sabilillah dalam rangka menegakkan negara yang berdiri di atas aturan dan hukum kekuasaan bangsa Indonesia sendiri.
4.     Peranan Organisasi Islam dan Pondok Pesantren pada Perang Kemerdekaan
Perang untuk mencapai kemerdekaan pada mulanya dilakukan ummat Islam secara sepihak-sepihak, yakni tidak ada perlawanan umat Islam yang dilakukan secara bersama-sama, melainkan bersifat kedaerahan.
Hal ini tentunya akan lama untuk bisa mencapai kemerdekaan. Maka tmbul kesadaran bahwa sudah seharusnya ummat Islam menghimpun diri dalam suatu kelompok yang terikat dalam aturan organisasi. Misalnya Jami’atul Khoir (1905) yang bergerak di bidang pendidikan dan dakwah dengan menekan pada pendidikan /pembinaan kebangsaan. Dan pada tanggal 16 Oktober 1905 Haji Samandhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam. Muncul pula Budi Utomo yang lahir tanggal 20 Mei 1908 setelah SDI berumur tiga tahun. Pada tahun 1911 SDI diubah menjadi Sarekat Islam (SI). Lalu pada tanggal 18 Nopember 1912, KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah. Pada tahun 1914, Syekh Ahmad Surkati Al-Anshari, seorang ulama dari Jami’atul Khoir mendirikan Gerakan Al-Irsyad. Tahun 1916 di Menes, Banten, berdiri Mathla’ul Anwar (MA). Tahun 1923 tepatnya tanggal 12 September 1923 di Bandung didirikan Persatuan Islam (Persis).
Tanggal 31 Januari 1926, Syekh Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama di Surabaya. Tahun 1930 lahir Jami’atul Washliyah di Medan. dan beberapa organisasi lain yang pada dasarnya kegiatannya membina masyarakat muslim untuk mantap dengan keislamannya lalu berkecenderungan untuk menegakkan kebenaran di atas bumi Indonesia.
Banyak organisasi Islam  yang pada mulanya didirikan bergerak di lapangan sosial, namun pada tahun-tahun berikutnya setelah mampu menghimpun umat organisasi tersebut bergerak di bidang politik. Misalnya pada tahun 1932 berdiri Permi (Persatuan Muslimin Indonesia) yang didirikan setelah Thawalib Sumatra direorganisasikan. Organisasi ini merupakan organisasi politik yang radikal, bertujuan mencapai kemerdekaan Indonesia.
Di samping organisasi-organisasi yang didirikan dengan warna Islam untuk menghadapi penjajah disamping anggotanya, juga tidak bisa dilupakan peranan pondok pesantren dalam perang kemerdekaan. Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang dalam kancah perjuangan mencapai kemerdekaan telah banyak berpartisipasi secara langsung maupun tak langsung. Pondok pesantren umumnya ada di Jawa, sedang di Aceh disebut Rangkang, di Sumatra disebut Surau. Kepedulian pesantren untuk mencapai kemerdekaan Indonesia tampak pada salah satu fungsi pesantren saat itu, yakni disamping untuk pusat mendalami pelajaran agama Islam juga untuk perlindungan dan pertahanan melawan penjajah .
Contoh pesantren yang mengkaitkan upaya kemerdekaan ialah pesantren Giri di sebelah kota Surabaya, dekat Gresik. Para santriny datang tidak hanya dari Jawa sekitar pondok saja, tetapi juga datang dari Madura, Lombok, Sulawesi, Kalimantan, Ternate, dan
lain-lain. Para santri telah banyak berbuat untuk melawan penjajah ketika mereka pulang ke tempat asalnya. Misalnya mereka yang pulang ke Ternate bersama masyarakat sekitar menggalang untuk bersama-sama melawan penjajah dari Eropa yang berusaha menguasai Ternate.
5.     Peranan Umat Islam dalam Masa Pembangunan
Setelah Indonesia merdeka, kembali ummat Islam Indonesia berjuang untuk mengisi negara dengan pembangunan di segala bidang. Berbagai usaha yang dilakukan kaum muslimin untuk memakmurkan negara.
Motivasi yang dimiliki Islam adalah motivasi religius untuk menghidupkan bangsa dan negara yaitu “Baldatun Toyyibatun WaRobbun Ghofur”  artinya negara yang penuh dengan kebaikan/ kemakmuran dan Tuhan pun melapangkan ampunan-Nya.
Banyak peran-peran yang dilakukan ummat Islam di negara ini, ada yang mengisi dengan pendidikan, sosial, perekonomian, politik, kebudayaan, pembangunan fisik dan lain-lain.
6.     Peranan Organisasi Islam dalam Pembangunan.
Beberapa organisasi Islam seperti NU, Muhammadiyah, Persisi dan lain-lain di masa pembangunan sekarang tetap hidup menjalankan kegiatannya. Organisasi NU telah mendirikan banyak lembaga pendidikan baik tradisional maupun modern. Muhammadiyah pun demikian juga. Organisasi-organisasi lainnya juga sama-sama mewujudkan kegiatan yang yang begitu banyaknya ummat mengisi kemerdekaan.
Dan banyak di antara organisasi Islam itu yang bekerjasama dengan pemerintah bergerak di beberapa bidang dalam rangka mengikuti percepatan (akselerasi) pembangunan.
7.     Peranan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam dalam Pembangunan
Di antara organisasi Islam itu ada yang kegiatannya mencakup pula bidang pendidikan. Lembaga-lembaga ini ada yang berupa pesantren dan ada pula sekolah penyelenggara pendidikannya mulai dari TK sampai Perguruan Tinggi. Di samping itu ada pula kegiatan yang bersifat pembinaan ummat dengan dakwah atau majelis ta’lim. Peranan lembaga Pendidikan Islam ini antara lain ikut aktif dalam meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, pemberian dan peningkatan ilemu pengetahuan dan teknologi, pembinan dan kesatuan (ukhuwah Islamiah) dan lain-lain.


No comments:

Post a Comment