Tuesday, 9 April 2013
TTS EKONOMI ISLAM
1.
Kerjakan TTS ini, setiap 2 siswa 1 pekerjaan
2.
Hasil pekerjaan kirim lewat menu komentar, disertai nama lengkap, no
absen dan kelas
KH Achmad Siddiq Wali...?
KH. ACHMAD SHIDDIQ DAN KERETA API
KH. Umar Junaidi bin Abdul Aziz seorang Pengasuh Pondok Pesantren
Babussalam di Desa Kemplang Brebes. KH. Junaid (panggilan KH. Umar Junaidi bin
Abdul Aziz) adalah salah satu murid KH. Achmad Shiddiq Jember.
Suatu hari di tahun 1965-an, KH. Achmad Shiddiq diminta oleh sang murid,
KH. Junaid, untuk mengisi acara di pesantren miliknya di Brebes. Sesuai dengan
hari dan tanggal yang telah ditentukan, berangkatlah KH. Achmad Shiddiq dari
stasiun Surabaya menuju stasiun Tegal.
Singkat cerita, sampailah KH. Achmad Shiddiq di stasiun Tegal dan di situ
sudah ada penjemput yang siap mengantarkan sang kyai ke Pesantren milik KH.
Junaid. Acara berlangsung sukses dan lancar.
Sebagai murid, KH. Junaid tentunya sangat menghormati dan gembira akan
kedatangan sang Guru. Namun saat itu selain perasaan gembira, KH. Junaid juga
merasa bersedih. Pasalnya ia bingung dirinya tak punya uang untuk sekedar
membelikan tiket kereta. Ia baru ingat masih ada beberapa tumpuk gabah (padi)
miliknya yang bisa dijual. Akhirnya dijuallah semua gabah miliknya tersebut dan
berhasil mendapatkan uang yang cukup untuk membelikan tiket kepulangan KH.
Achmad Shiddiq.
Sampailah KH. Achmad Shiddiq di stasiun Tegal dengan diantar oleh KH.
Junaid dan tiga orang santrinya. Dalam penantian berangkatnya kereta api, KH.
Achmad Shiddiq bertanya kepada KH. Junaid: “Junaid, kereta belum juga
berangkat. Apa ada mushalla di dekat sini? Kayaknya sudah masuk waktu Dzuhur.”
“Ada Kyai, mari saya antar”, jawab KH. Junaid. Sesampai di mushalla yang dituju, KH. Achmad Shiddiq
mengeluarkan jubahnya yang khusus digunakan untuk shalat. KH. Achmad Shiddiq
begitu berhati-hati dalam menjaga kebersihan dan kesucian. Terbukti saat beliau
hendak berwudhu terlebih dahulu membersihkan sela-sela kuku jari jemarinya
dengan waktu yang cukup lama.
Dengan pakaian berjubah putih dan kopyah yang dililti sorban putih, bersiaplah KH. Achmad Shiddiq melaksanakan shalat Dzuhur bersama KH. Junaid dan ketiga santrinya. Baru saja KH. Achmad Shiddiq bertakbir terdengarlah peluit masinis tanda kereta mau diberangkatkan. Hal itu sama sekali tidak membuat KH. Achmad Shiddiq panik, seakan beliau tidak mendengar peluit tersebut sama sekali. Beliau dengan khusyu’ terus melanjutkan shalatnya.
Akan tetapi yang merasa sangat panik dan bingung adalah KH. Junaid. Beliau
ingin memberitahukan bahwa kereta sudah mau berangkat namun tak berani ia
sampaikan kepada gururnya, KH. Achmad Shiddiq. Dengan rasa cemas yang sangat
beliau bergumam pada dirinya: “Waah... alamat uang saya hilang!!! Bagaimana
nanti saya bisa memulangkan Kyai Shiddiq?” Karena pada tahun itu aturannya
adalah tiket yang sudah dibeli tidak bisa dikembalikan lagi.
Kereta pun akhirnya berjalan maju, maka bertambah paniklah KH. Junaid.
Namun sesaat kemudian kepanikan itu hilang karena kereta tersebut tiba-tiba
berjalan mundur kembali ke tempat semula. Diperiksalah kereta tersebut oleh
para petugas dan tidak menemukan sedikit pun kerusakan.
Kereta kembali dinyalakan dan dapat berjalan maju siap untuk
diberangkatkan. Kembali rasa panik KH. Junaid bertambah-tambah melihat kereta
berangkat sedangkan KH. Achmad Shiddiq masih saja shalat dengan khusyu’nya.
Keanehan terjadi, ternyata kereta tadi lagi-lagi berjalan mundur kembali ke
tempat semula. Kejadian itu sampai tiga kali terjadi dan setiap diperiksa oleh
petugas tak ditemukan satu pun kerusakan.
Hampir satu jam lamanya, barulah KH. Achmad Shiddiq selesai dari shalatnya
dan dilepaslah jubah dan sorban yang melilit di kopyahnya diganti dengan
pakaian biasa. Diiringi KH. Junaid beserta tiga santrinya, KH. Achmad Shhiddiq
menuju gerbong kereta. Setelah berpamitan dan berucapkan salam naiklah KH.
Achmad Shiddiq ke dalam kereta.
Kereta bergerak maju tanda keberangkatkan. Dengan tenang dan senyuman
khasnya, KH. Achmad Shiddiq melambaikan tangan kepada para pengantarnya tadi.
Dan kereta pun berjalan lancar maju ke depan tidak bergerak mundur seperti
sebelumnya.
Rasa cemas campur panik yang sedari tadi KH. Junaid rasakan berubah menjadi
terkagum-kagum atas kejadian yang baru saja disaksikannya. Semua orang yang
menyaksikan kejadian itu pun menjadi bertanya-tanya siapakah gerangan orang
hebat yang berkopyah putih tadi? Mereka meyakini bahwa orang tadi bukanlah
orang sembarangan.
Akhirnya KH. Junaid pun menjelaskan kepada mereka bahwa beliau adalah KH.
Achmad Shiddiq gurunya yang berasal dari Jember hendak pulang menuju Surabaya.
Demikianlah kisah ini saya dapatkan dari Pamanku Bapak Ridhwan murid
daripada KH. Umar Junaidi bin Abdul Aziz Pengasuh Pondok Pesantren Babussalam
Desa Kemplang Brebes. Semoga bermanfaat dan kita dapat mengambil hikmah dari
kisah tersebut. Aamiin.
Sya’roni As-Samfuriy, Tegal 11 Februari 2013
Cerita seorang alumni ppi ashtra
Subscribe to:
Posts (Atom)