Saturday, 25 April 2015

KUR 2013.XI.1.3 MERAWAT JANAZAH, bagian 2

MERAWAT JANAZAH

Setiap makhluk yang berjiwa pasti mengalami kematian, tidak terkecuali manusia. Allah swt. memuliakan manusia semasa hidupnya ataupun ketika meninggalnya, oleh karenanya fardhu kifayah hukumnya melaksanakan perawatan terhadap jenazah sesama  muslimnya. Perawatan dimaksud adalah : memandikan, mengkafani, menyalatkan dan menguburkan.
Anak yang dilahirkan sebelum waktunya dan yang lahir dalam keadaan sudah mati, maka tidak disembahyangkan. Bila lahir dan masih terlihat tanda-tanda hidupnya baru kemudian meninggal, maka diperlakukan seperti layaknya orang dewasa.

A.   MERAWAT ORANG SAKIT KERAS (MUHTADLIR/KOMA)
Bila telah nampak tanda-tanda ajal telah tiba, maka tindakan yang sunah dilakukan oleh keluarga atau orang yang menunggu adalah sebagai berikut:
1.   Membaringkan muhtadlir pada lambung sebelah kanan dan menghadapkannya ke arah qiblat. Jika tidak memungkinkan semisal karena tempatnya terlalu sempit atau ada semacam gangguan pada lambung kanannya, maka ia dibaringkan pada lambung sebelah kiri, dan bila masih tidak memungkinkan, maka diterlentangkan menghadap kiblat dengan memberi ganjalan di bawah kepala agar wajahnya bisa menghadap qiblat.
Bila tetap tidak mungkin (karena sulit) maka cukup dibaringkan terlentang dengan kepala di utara.
2.   Dibacakan surat Yasin dengan suara agak keras, dan surat Ar Ra’du dengan suara pelan. Faedahnya adalah untuk mempermudah keluarnya ruh. Juga memperbanyak baca surat Al Fatihah
3.   Membisikkan harapan-harapan baik di telinganya, jangan menakut-nakutinya.
4.   Membimbing / membisikkan kalimat ALLAH..ALLAH..ALLAH di telinganya  dengan santun, tanpa ada kesan memaksa.
5.   Memberi minum apabila melihat bahwa ia menginginkannya. Sebab dalam kondisi seperti ini, bisa saja syaitan menawarkan minuman yang akan ditukar dengan keimanannya.
6.   Orang yang menunggu sama sekali tidak diperbolehkan membicarakan kejelekannya, sebab malaikat akan mengamini perkataan mereka.
7.   Keluarganya dilarang keras menangis histeris atau susah yang berlebihan
B.   SESAAT SETELAH AJAL TIBA
Setelah yang sakit dipastikan telah meninggal, tindakan selanjutnya yang sunah untuk dilakukan adalah sebagai berikut:
1.  Segera memindahkan janazah ke tempat khusus (SEPERTI DIPAN). Kepala disebelah timur atau disebelah utara, mata dipejamkan, dagu diikat ke kepala, tangan disedekapkan, badan dan kaki diluruskan selurus mungkin, semua pekerjaan ini supaya dilakukan dengan hati-hati dan lemah lembut, janazah harus dihormati sebaik-baiknya.
2.   Saat memejamkan kedua matanya seraya membaca:
بِسْمِ اللهِ وَعَلٰى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ، اللّـٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُ، وَارْحَمْهُ، وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ فِي الْمَهْدِيِّينَ، وَاخْلُفْهُ فِي عَقِبِهِ فِي الْغَابِرِينَ، وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ، وَافْسَحْ لَهُ فِي قَبْرِهِ، وَنَوِّرْ لَهُ فِيهِ.
3.  Sambil menunggu saat memandikannya, janazah dijaga dan ditunggu (bergantian) sambil memanjatkan doa, baca surat al Fatichah, Al Ikhlas, Yasin dll. Dengan harapan semuanya bermanfaat utuk ruh almarhum/mah, keluarga yang ditinggal serta yang berta’ziyah.
C.   MEMANDIKAN JENAZAH
a. Syarat jenazah yang wajib dimandikan
1.  Jenazah seorang muslim atau muslimat.
2.  Bagian dari tubuh jenazah masih ada, walaupun sebagian.
3.  Matiannya bukan karena mati syahid.
b. Yang berhak memandikan jenazah
Mayat laki-laki harus dimandikan oleh laki-laki pula, kecuali istri atau mahramnya, begitu pula sebaliknya. Apabila istri dan mahramnya sama-sama ada maka yang paling berhak adalah istrinya, begitu juga sebaliknya. Hal ini dimaksudkan agar apabila pada mayat terdapat aib, suami/istri dan  mahram  lebih bisa menjaga kerahasiannya.
Oleh karena itu bila orang lain yang memandikan,  maka harus  dipilih  mereka  yang  betul-betul dapat dipercaya. Nabi saw. bersabda :
لِيَغسِل مَوْتَاكُـمُ المْـَـأمُوْنُوْنَ   رواه  ابن ماجه
Artinya :   Hendaknya yang memandikan jenazah itu, orang-orang yang terpercaya.  HR. Ibnu Majah
c. Cara memandikan jenazah
1.  Yang memandikan boleh berniat dan boleh tidak.
2.  Jenazah hendaknya diletakkan di tempat yang agak tinggi dan terlindung dari terik matahari, hujan atau pandangan orang banyak
3.  Jenazah dibersihkan dari kotoran dan najis yang melekat di tubuhnya, termasuk yang ada pada kuku jarinya serta mulut dan giginya, begitu juga yang ada di setiap lubang tubuhnya.
4.  Jenazah diangkat (agak didudukkan) diurut/ditekan perutnya agar kotoran yang mungkin akan keluar dapat dikeluarkan secara tuntas.
5.  Ketika membersihkan kemaluan jenazah, hendaknya memakai kaos tangan, karena menyentuh kemaluan orang lain haram hukumnya, kecuali suami istri.
6.  Menyiramkan air ke seluruh badan sampai merata, dimulai dari anggota badan sebelah kanan.
7.  Setelah itu disabun dan disiram kembali dengan air yang dicampur kapur barus, daun bidara atau apa saja yang harum baunya dan tidak mengandung najis, sunat dilakukan tiga kali berturut-turut.
8. Setelah selesai, kemudian diwudhu’i.
9. Air yang masih melekat di badan dan rambut jenazah supaya dihanduki dan kemudian disisir rambutnya, bila ada rambut yang rontok hendaknya diletakkan kembali di sela-sela rambutnya, kedua tangannya diletakkan di atas dada.
10.      Kalau karena sesuatu hal ada bagian tubuh jenazah yang tidak dapat dibasahi dengan air (karena luka terbakar atau anak lelaki yang belum dikhitan) maka bagian tersebut dibiarkan, dan sebagai gantinya jenazah ditayamumi.
11.      Jika tidak didapati yang sejenis kelamin dengan mayat dan tidak ada mahramnya, maka sebaiknya mayat cukup ditayamumi saja.
Rasulullah saw. bersabda :       
عنْ امّ عَطِـيَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا قالَتْ : دَخَل عَليْنَا النَّـبيُّ صَلى اللهُ عَليْهِ وَسَلّمَ ونَحْنُ نغْسِل ابنَتَهُ فقال اِغْسِلنَهَا ثَلَاثًا اَوْ خَمْسًا اَوْاَكْـثَرَ مِنْ ذلكَ إِنْ رَأيتُنَّ ذلكَ بـماءٍ وَسِدْرٍ واجْعَلنَ فِي الآخِرَةِ كَافُوْرًا   رواه  البخارى ومسلم  وفى روايـةٍ اِبْدَأ بِمَيَامِهَا ومَواضِعَ الْوُضُوْءِ عَنْهَا
Artinya :   Dari Ummu ‘Athiyah, ra. telah masuk kepada kami sewak­tu kami memandikan puteri Beliau, lalu Beliau bersabda : Mandi­kanlah dia tiga kali atau lima kali atau lebih, kalau kamu pandang lebih baik dari itu, dengan air serta daun bidara dan basuhlah yang terakhir dengan dicampur kapur barus. HR. Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat lain: “Mulailah dari anggota badan yang kanan dan anggota wdlu’ dari jenazah.
D.   MENGKAFANI JENAZAH
Minimal kain kafan untuk mayat laki-laki atau wanita adalah satu lapis kain kafan putih, sedangkan yang sempurna adalah tiga lapis untuk laki-laki dan lima lapis untuk  wanita.
a. Cara mengkafani jenazah laki-laki.
Kain kafan yang sudah dipotong sesuai ukuran jenazah, kemudian dihamparkan perlembar sambil ditaburi harum-haruman. Kemudian jenazah diletakkan di atasnya, kedua tangannya berada di atas dadanya , kemudian kain kafan itu dibungkuskan selembar demi selembar, setelah itu diikat dengan tiga ikat tali yang terbuat dari bagian kain kafan. Tentang tiga lembar kain kafan ini, disebutkan dalam hadits :
عَنْ عَائِشـةَ كُفـِنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ فى ثلاثةِ اثْوَابٍ بِـيْضٍ سُـحُوْلِيَّـةٍ منْ كُرْسُفٍ ليْسَ فِـيْهَا قَمِيْصٌ ولا عِمَامَةٌ  مـتفق عليه
Artinya :   Dari Aisyah ra. bahwa Rasulullah saw. dikafani dengan  tiga lapis kain putih bersih yang terbuat dari kapas, tidak ada di dalamnya baju ataupun surban.  HR. Muttafaq Alaih
b. Cara mengkafani jenazah wanita
Bagi jenazah wanita disunatkan dikafani dengan 5 lembar, yaitu : basahan (kain bawah), baju, penutup kepala dan kemudian dibungkus dengan dua lembar kain yang menutupi seluruh tubuhnya.
Pada setiap lembar kain kafan juga disunatkan diberi harum-haruman, kemudian juga disiapkan tiga utas tali dari bagian kain kafan. Setelah semuanya siap lalu ditata dengan baik dan berurutan untuk memudahkan pembungkusan. Pertama tali diletakkan, diperkirakan pada bagian atas  kepala,  perut dan  di bawah kaki, lalu dua kain pembungkus dihamparkan satu persatu, kemudian tutup kepala, lalu baju dan paling atas kain basahan. Mengkafani dimuai dari kain basahan, baju, kerudung lalu dibungkus dengan dua lembar secara berurutan, dan yang terakhir diikat dengan tali yang telah dipersiapkan.
Khusus bagi orang yang meninggal ketika ihram, menurut keterangan suatu hadits tetap diperlakukan seperti jenazah biasa, akan tetapi tidak perlu diberi  harum-haruman, tidak ditutup kepalanya serta dibungkus dengan kain ihramnya.
Adapun cara mengurus mereka yang mati syahid, perhatikan hadits berikut :                                                                                                   
عَنْ جَابِرٍ عَنِ النبِى صَلى اللهُ عَليْهِ وَسَلَّمَ اَمَرَ فى قَـتْلَى اُحُدٍ بدَفْنِهِمْ بدِمَائِهمْ وَلـمْ يُغْسَلوْا ولـمْ يُـصَلَّ عَليْـهِمْ    رواه البخارى

Artinya :   Dari Jabir : Sesungguhnya Nabi saw. Memerintahka kepada sahabat-sahabat beliau, sehubungan  dengan mereka yang gugur dalam perang Uhud, supaya mereka dikubur beserta darah mereka, tidak dimandikan dan tidak pula disembahyangkan.  HR. Bukhari

No comments:

Post a Comment