Thursday 4 April 2013

XII.2.5 MUNAKAHAH, bag 4


G.    RUJUK
a.   Pengertian Ruju’
Ruju’ artinya kembali, yaitu bersatunya kembali seorang suami kepada istri yang telah dicerai sebelum habis masa iddahnya.

Ruju’ hanya boleh dilakukan dalam masa iddah talaq raj’i (talak satu atau dua), dan tidak diperlukan akhad nikah baru karena akad lama sebenarnya belum seutuhnya terputus. 
Perhatikan firman Allah swt. berikut:
وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلاحًا
Artinya : “.... dan suami-suami mereka berhak merujukinya dalam masa menanti itu (masa iddah), jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah ..”. QS. Al Baqarah : 228.

b.   Hukum Ruju’
Pada dasarnya hukum ruju’ adalah boleh (jaiz) kemudian berkembang seperti tersebut di bawah ini :
1.   Wajib, yaitu khusus bagi laki-laki yang  beristri  lebih dari satu dan apabila talak itu dijatuhkan sebelum gilirannya disem­purnakan.
2.  Sunnah, yaitu apabila ruju’ itu lebih bermanfaat dibanding meneruskan perceraian.
3.   Makruh, yaitu  apabila  dimungkinkan dengan meneruskan  percer­aian  lebih bermanfaat dibanding mereka ruju’ kembali.
4.   Haram, yaitu apabila dengan adanya ruju’ si istri semakin menderita.

c.   Rukun Ruju’
1.   Istri, keadaannya  disyaratkan : ba’da dukhul, tertentu istri yang akan dirujukinya, ditalak dengan talak raj’i dan masih dalam masa iddah.
2.  Suami, disyaratkan karena kemauannya sendiri bukan karena dipaksa, Islam dan sehat akal.
3.  Sighat atau lafadl atau ucapan ruju’ yaitu ada dua cara :
a).   Secara terang-terangan, misalnya : “Saya rujuk kepadamu”.
b). Secara sindiran, seperti kata suami : “Aku ingin tidur lagi denganmu”. Sighat ini disyaratkan dengan kalimat tunai, dalam arti tidak digantungkan dengan sesuatu, misalnya saya ruju’ kepadamu jika bapakmu mau. Ruju’ dengan kalimat seperti di atas hukumnya tidak sah.

d.   Beberapa ketentuan rujuk
1.  Rujuk hanya boleh dilakukan apabila akan membawa kemaslahatan bagi istri dan anak-
2.  Rujuk hanya dapat dilakukan jika perceraian baru terjadi satu atau dua kali.
3.  Rujuk hanya dapat dilakukan sebelum masa iddahnya habis


H.    ILA’, LI’AN, DLIHAR DAN KHULU’
a.   Ila’
Ila’ adalah sumpah  seorang suami  dengan menyebut nama Allah swt. bahwa ia tidak akan mencampuri istrinya lebih dari empat bulan, atau tanpa menyebutkan lamanya.
Apabila seorang suami mengila’ istrinya, maka bagi seorang suami ada dua pilihan :
1.   Suami supaya kembali (mencampuri) kepada istrinya sebelum lewat masa empat bulan dan wajib membayar kifarat (denda) sumpah.
2.   Apabila masa 4 bulan itu sudah terlewati, maka bagi suami wajib memilih antara kembali baik dengan istrinya dengan membayar kifarat sumpahnya, atau menceraikan istrinya. Dan jika suami tidak mau memilih salah satunya, maka hakim berhak menceraikan istrinya dengan paksa, dan perceraian akibat ila’ ini termasuk talak bain sughro (baik berdasar kemauan suami ataupun karena putusan hakim).Sebagian ulama’ berpendapat bahwa bila sampai 4 bulan suami tidak mau kembali (campur) maka dengan sendirinya bagi istri jatuh talak bain.
Perhatikan surat Al Baqarah ayat 226-227

b.   Li’an
Li’an adalah sumpah seorang suami  yang menuduh istrinya berzina dan atau mengingkari anak dalam kandungan atau yang sudah lahir, sedangkan istri menolak tuduhan terse­but.
1.    Contoh sumpah suami adalah :
Saya bersumpah dengan nama Allah, Wallahi bahwa sesungguhnya saya benar dengan tuduhan saya bahwa istri saya yang bernama . . . (sambil ditunjuk) telah berbuat “zina” dan bahwa anak yang sedang/ telah dikandung/ dilahirkannya bukan anak saya. Ucapan sumpah tersebut harus diulangi sampai 4 kali, kemudian dilanjutkan dengan perkataan kelima yaitu : Atas saya laknat Allah swt, apabila saya berdusta dalam tuduhan ini.
Apabila seorang suami telah mengucapkan kalimat li’an tersebut,maka berlakulah beberapa hukum di bawah ini :
a)     Suami bebas dari had hukuman menuduh zina (dicambuk 80 kali)
b)     Istri wajib dihukum dengan had zina (dicambuk 100 kali dan diasingkan selama satu tahun atau dirajam bila ia muhshan)
c)     Suami istri bercerai selama-lamanya.
d)     Bila ada anak, anak itu bernasab hanya pada ibunya dan tidak ada hubungan nasab dengan ayahnya (ayah yang meli’an ibunya).
Seorang istri yang terli’an dapat menolak tuduhan suaminya se­hingga ia terbebas dari hukuman had zina, penolakan tersebut berupa sumpah empat kali.
2.    Contoh sumpah penolakan istri adalah :
Saya bersumpah dengan nama Allah, Wallahi bahwa suamiku . . . yang menuduhkan berzina adalah dusta semata (diulang sampai 4 kali).
Kemudian dengan ucapan yang kelima : bahwa atasku la’nat Allah swt. jika suamiku berkata benar.
Dengan adanya sumpah penolakan istri ini maka konsekwensi hukumnya adalah :
a)   Gugur atas istri hukuman had zina
b)   Apabila ada anak, maka anak tersebut sah bernasab pada ayahnya.
Untuk pelaksanaan di Indonesia, dalam Kompilasi hukum Islam di Indonesia pasal 128 disebutkan bahwa : Li’an hanya sah apabila dilakukan di hadapan sidang pengadilan Agama.
Dasar-dasar tentang li’an ini diantaranya disebutkan dalam surat An Nur ayat 6 - 9.

c.   Dlihar
Dlihar, adalah perkataan  seorang suami yang menyerupakan is­trinya dengan punggung ibunya, seperti kata suami “Engkau bagiku nampak seperti punggung ibuku”
Dalam adat jahiliyah, mendlihar sama halnya dengan mentalak istri, cara ini dapat juga terjadi di zaman Islam, seperti yang menimpa pada Khaulah binti Tsa’labah yang didlihar suaminya Aus bin Tsamit. Kebiasaan ini kemudian diharamkan dalam syari’at Islam seperti yang disebutkan dalam surat Al Mujadilah ayat 1 - 4.
Bagi seorang suami yang terlanjur melakukannya dan kemudian tidak mentalak istrinya, maka wajib membayar kifarat dan haram mencampuri istrinya sebelum mengeluarkan kifaratnya.

d.   Khulu’
Khulu’ artinya talak tebus, yaitu talak yang diucapkan oleh suami dengan adanya pembayaran iwad (tebusan) dari istri kepada suami.
Perceraian semacam ini dibolehkkan apabila terdapat sebab atau illat yang dibenarkan oleh syari’at Islam, seperti yang tercantum dalam surat Al Baqarah ayat 229 dan atau pasal 116, 133, 134 dan 135.Perceraian cara khulu’ ini termasuk talak ba’in sughro.

e.   Fasakh
Fasakh yaitu rusaknya hubungan pernikahan antara suami istri karena :
1.   Sebab yang merusak aqad nikah, misalnya :
a)     Setelah diadakan pernikahan secara sah kemudian diketahui bahwa istri tersebut merupakan muhrim dari suaminya.
b)     Salah seorang dari suami istri tersebut murtad (keluar dari ajaran Islam).
c)     Pasangan yang semula sama-sama musyrik, kemudian salah satu atau keduanya masuk Islam.
2.   Terdapat sebab-sebab yang menghalangi tujuan pernikahan, seperti :
a)     Adanya penipuan dalam pernikahan tersebut, semula suami menga­ku orang baik-baik kemudian diketahui ternyata seorang penjahat.
b)     Suami atau istri mengidap penyakit/ cacat yang dapat mengganggu hubungan suami dan istri.
c)     Suami dihukum/ dipenjara selama lima tahun atau lebih.
d)     Suami dinyatakan hilang.

No comments:

Post a Comment