A. SYUKUR
NIKMAT ISLAM DAN IMAN
a. Pengertian Syukur nikmat
Nikmat adalah segala anugerah Allah swt. baik dalam bentuk materi
ataupun immateri, hidup manusia pada dasarnya sangat tergantung dan membutuhkan
nikmat Allah swt.
Allah swt. berfirman :
وَإِنْ
تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا
Artinya : “Jika kamu mau menghitung nikmat Allah, niscaya kamu
tidak akan mampu (menghitungnya)”. QS. AnNahl : 18
Sungguh tepat pernyataan Allah swt. tersebut di atas. Bersyukur
atas nikmat Allah swt. adalah
berterima kasih kepada Allah swt.
atas nikmat atau anugerah yang telah dilimpahkanNya.
Cara mensyukuri nikmat ini dapat diwujudkan dalam tiga bentuk :
1. Bil Qaul,
ucapan lisan, dengan kata-kata Alhamdulillah, atau :
الحـمـد
للهِ على كل حـال وعلى كل نـعـمـة
Artinya : “Segala puji bagi Allah, atas setiap keadaan dan anugerah
(yang telah dilimpahkan)”.
2. Bil
Fi’li, memanfaatkan nikmat sesuai dengan maksud sang Pemberi nikmat.
3. Bil
Hal, memiliki kesadaran mental yang tinggi untuk mewujudkan nikmat, menjadi
sarana dalam usaha lebih meningkatkan ketaqwaannya terhadap Allah swt., berusaha untuk selalu dalam
kondisi taqwa.
b. Mensyukuri nikmat Islam
dan Iman
Di antara sekian nikmat Allah swt., ada dua nikmat yang sangat
besar akan tetapi sering kurang disadari oleh manusia, yaitu nikmat Islam dan
Iman. Secara garis besar Iman adalah kepercayaan akan adanya Allah Yang Maha
Esa, sedangkan Islam merupakan perwujudan dari Iman, pasrah dan mengikuti
segala aturan Tuhan, bersedia tunduk dan patuh.
Islam dan Iman merupakan nikmat yang paling besar dan tinggi
nilainya, oleh karena hanya dengan Islam dan Iman inilah manusia akan selamat
dalam hidup dan perjalanan hidupnya di dunia maupun di akhirat, manusia akan
menemukan jati dirinya sebagai makhluk Allah swt. Bila hal ini betul-betul
disadari, maka aturan Agama tidak lagi dianggap beban yang mengikat manusia,
akan tetapi dianggapnya sebagai pelita dalam kegelapan hidup. Allah swt.
Perhatikan QS. AliImran : 164.
Bukti bahwa Islam dan Iman merupakan anugerah dan hidayah Allah
swt. antara lain: Ibu Asiah istri Fir’aun, ia tetap Iman dan Islam walaupun
hidup dengan suaminya yang menganggap
dirinya tuhan, demikian juga Masyithah sang pembantu Fir’aun. Akan tetapi
sebaliknya, istri Nabi Nuh dan puteranya Kan’an keduanya tersesat walaupun
suami/ayahnya Nabi, begitu pula Abu Thalib paman dan pembela Nabi saw., ia
tetap tidak syahadat kepada Nabi saw.
sampai wafatnya.
Ingat firman Allah swt. dalam kaitannya dengan Abu Thalib ini :
إِنَّكَ
لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ
أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ القصص : 56
Artinya : “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk
kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang
dikehendakiNya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima
petunjuk”. QS. Al Qashas : 56
No comments:
Post a Comment