TOLERANSI DAN ANTI KEKERASAN
KOMPETENSI DASAR
1.3 Berperilaku
taat kepada aturan
3.7 Memahami bahaya
perilaku tindak kekerasan dalam kehidupan.
3.7.1 Siswa memahami bahaya perilaku tindak
kekerasan dalam kehidupan sesuai konsep Al Qur’an dan Al Hadis
3.7.2 Siswa dapat menyimpulkan bahaya perilaku
tindak kekerasan dalam kehidupan sesuai konsep Al Qur’an dan Al Hadis
4.9 Medeskripsikan
bahaya tindak kekerasan dalam kehidupan.
Indikator Pencapaian Kompetensi
4.9.1 Siswa mendeskripsikan bahaya perilaku
tindak kekerasan dalam kehidupan sesuai konsep Al Qur’an dan Al Hadis
Tujuan Pembelajaran
1. Menunjukkan
perilaku dan sikap toleran, rukun dan menghindarkan
diri dari tindak kekerasan sebagai
implementasi dari pemahaman Q.S. Yunus (10) : 40-41 dan Q.S. Al-Maidah (5) :
32, serta hadits terkait
7. Memahami bahaya perilaku tindak kekerasan dalam
kehidupan sesuai konsep Al Qur’an dan Al
Hadis
8. Medeskripsikan bahaya tindak kekerasan dalam kehidupan sesuai konsep Al Qur’an dan Al Hadis
ISLAM
ANTI KEKERASAN
Ilustrasi
JAKARTA, KOMPAS.com — Rabu, 7 Mei 2014 | 05:27 WIB menyatakan:
Ketua Umum
Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menegaskan, kekerasan
pada anak sudah sangat mengerikan dan bisa dikatakan pada tahap darurat. Fakta
itu terungkap dari data kekerasan yang diterima Komnas Perlindungan Anak
cenderung meningkat.
Berdasarkan
laporan yang diterima Komnas PA, ujar Arist, di kawasan Jabodetabek pada 2010
mencapai 2.046 kasus. Laporan kekerasan pada anak tahun 2011 naik menjadi 2.462
kasus. Pada 2012 naik lagi menjadi 2.626 kasus dan pada 2013 melonjak menjadi
3.339 kasus.
”Bahkan,
dalam tiga bulan pertama 2014, kami menerima 252 laporan kekerasan pada anak,”
ungkap Arist. Laporan kekerasan pada anak yang masuk ke Komnas PA didominasi
kejahatan seksual yang dari 2010 hingga 2014 angkanya berkisar 42-62 persen.
Kekerasan
sering terjadi di tempat yang selama ini dianggap sebagai surga bagi anak-anak,
yakni di rumah dan sekolah. ”Kekerasan sering terjadi di dua lokus itu, rumah
dan sekolah,” ujarnya. Untuk mencegah kekerasan yang terjadi di tempat yang
seharusnya aman bagi anak itu, lanjut Arist, peran serta masyarakat menjadi
salah satu ujung tombaknya.
Ironisnya
lagi, kematian yang menimpa Renggo Khadafi (10), setelah dianiaya kakak
kelasnya, Sy, di dalam kelas SD Negeri 9 Makasar, Jakarta Timur, tak memberikan
pelajaran bagi pengajar di sekolah itu. Kepala SDN 9 Makasar Sri Hartini, saat
ditemui Kompas, berdalih tak ada kesalahan dalam pengawasan terhadap siswa dan
menilai Sy anak yang baik.
Sri
mengaku, saat terjadi penganiayaan, ada guru piket yang bertugas, yaitu
Rosmida. Namun, Sri tak bisa menjelaskan kenapa kasus itu bisa terjadi di dalam
kelas. "Ya, kasus ini kami serahkan kepada kepolisian," kata Sri.
Sri malah
mengatakan selama ini tak pernah ada kasus kenakalan yang dilakukan Sy.
"Sy anak yang baik, tak pernah melakukan kenakalan," katanya. Renggo
tewas pada Minggu, 4 Mei 2014, setelah lima hari menderita sakit parah setelah
dianiaya kakak kelasnya, Sy, Senin (28/4/2014). Penganiayaan terjadi di dalam
kelas V yang berdampingan dengan ruang kepala sekolah.
Wali kelas
Renggo, Prihastuti, mengaku, dua hari sebelum Renggo tewas sempat ada
kesepakatan damai antara orangtua asuh Renggo dan orangtua Sy. ”Namun, saya
tidak menyangka akan seperti ini (Renggo meninggal),” katanya.
Menurut ibu
asuh Renggo, Yessi Puspa Dewi (31), kesepakatan damai itu ditawarkan oleh
kepala sekolah karena penganiayaan yang dialami Renggo dianggap sebagai
kenakalan anak. Yessi mengaku hanya menerima kesepakatan itu jika Renggo
sembuh. Karena Renggo meninggal, dia tetap memperkarakan secara hukum.
Kepala
Kepolisian Resor Jakarta Timur Komisaris Besar Mulyadi Kaharni mengungkapkan,
kepada penyidik, Sy mengakui telah memukul Renggo. Namun, karena masih di bawah
umur, Sy masih dijadikan saksi dan tidak ditahan.
Korban 89
anak
Dari
Sukabumi, Jawa Barat, dilaporkan, korban pencabulan yang dilakukan tersangka AS
(24) di Kota Sukabumi berjumlah 89 anak. Senin (5/5/2014), sebanyak 16 korban
melapor ke Polres Sukabumi Kota. Sehari sebelumnya, jumlah korban tercatat
sebanyak 73 anak.
”Korban
yang telah kami periksa sebanyak 61 anak. Dari 61 anak itu, enam anak menderita
lecet dan satu orang mengalami pendarahan. Pemeriksaan kesehatan ditangani
dinas kesehatan. Pelaku akan kami periksa lebih intensif,” kata Kapolres
Sukabumi Kota Ajun Komisaris Besar Hari Santoso.
Pemeriksaan,
antara lain, untuk mengetahui rentang waktu pencabulan AS. Korban melaporkan
kekerasan itu sejak Jumat akhir pekan lalu. Lokasi pencabulan di Pemandian Air
Panas Santa, Kecamatan Citamiang, Kota Sukabumi.
Pemerintah
Kota Sukabumi menyiapkan tempat untuk penanganan kesehatan fisik dan psikologis
korban. Lokasinya berada di Rumah Dinas Wali Kota Sukabumi Mohamad Muraz.
Lokasi itu tertutup bagi masyarakat, termasuk wartawan.
”Korban
akan ditangani satu atap. Pada 2 Mei saya buat Surat Keputusan tentang
Pencegahan dan Penanganan Dampak Kekerasan Seksual terhadap Anak di Kota
Sukabumi. SK itu untuk menanggapi peristiwa luar biasa belakangan ini,” kata
Mohamad Muraz tentang SK Nomor 92 Tahun 2014 itu, Senin.
Dari Tuban,
Jawa Timur, dilaporkan, Sw (40), pedagang asongan buku dan poster, ditangkap
warga di Terminal Bus Pariwisata Sunan Bonang, Minggu (4/5/2014), terkait kasus
kekerasan seksual pada sembilan anak. Sw melakukan itu dengan dalih ingin
menghilangkan penyakit atau pengaruh jin yang ada pada korbannya.
Sw mengakui
perbuatan menyimpangnya sejak 2005. Pria asal Kendari, Sulawesi Tenggara,
tersebut mengakui semua itu dilakukan untuk menghilangkan amalan jin. Korban
harus mau dijadikan obyek tindak kejahatan seksual guna menghilangkan pengaruh
negatif pada tubuhnya.
Kepala
Satuan Reserse Kriminal Polres Tuban Ajun Komisaris Wahyu Hidayat, Senin,
menuturkan, awalnya korban ditipu daya dulu. Saat korban menurut baru dilakukan
kejahatan tersebut.
A.
Muqaddimah
Rabu,
06 November 2002 00:00
Jakarta, gusdur.net
Pemberitaan
pers Jepang soal pemboman di Bali yang mengaitkan kelompok Islam kanan sebagai
pelaku, meresahkan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Karena
itu dalam pertemuannya dengan tokoh masyarakat Osaka, Jepang, Gus Dur
mensosialisasikan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan anti kekerasan.
Di
depan para tokoh masyarakat Osaka, Jepang Gus Dur menjelaskan bahwa ajaran
Islam tidak pernah memerintahkan tindak kekerasan. “Umat Islam menentang
kekeasan dan tidak suka kekerasan,” kata Gus Dur
Demikian
Gus Dur mengungkapkan soal kunjungannya ke Jepang di depan peserta Diskusi Ahli
Jelang Ramadhan dengatn tema ‘Islam and or Indonesia Under Attack di Depok,
Selasa (5/11).
Dalam
kunjungannya ke Osaka, Jepang dari 1 hingga 4 November itu, Gus Dur juga
menemui sejumlah agamawan, tokoh partai politik dan pejabat pemerintah
setempat. Juga berdiskus dengan mahasiswa Indonesia di Jepang.
Selain
mensosialisasikan Islam anti kekerasan, Gus Dur juga mengadakan meminta
masukkan mengenai penerapan otonomi daerah di Jepang. “Tujuan lainnya saya ke
Jepang yaitu, mencari masukkan mengenai sistem pemerintahan yang harus kita
perbaiki terus menerus dan penerapan otonomi daerah.”
B.
Pengertian
Kekerasan
Dalam
Wikipedia bahasa Indonesia (ensiklopedia bebas) disebutkan bahwa : Kekerasan
atau bahasa Inggris: Violence
berasal dari bahasa Latin: violentus yang berarti
kekuasaan atau berkuasa adalah dalam prinsip dasar dalam hukum publik dan privat merupakan
sebuah ekspresi
baik yang dilakukan secara fisik ataupun secara verbal yang
mencerminkan pada tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang
yang dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang, umumnya berkaitan
dengan kewenangannya yakni bila diterjemahkan secara bebas dapat diartinya
bahwa semua kewenangan tanpa mengindahkan keabsahan penggunaan atau tindakan
kesewenang-wenangan itu dapat pula dimasukan dalam rumusan kekerasan ini
Selanjutnya
disebutkan bahwa kekerasan dapat dibedakan menjadi :
1. Kekerasan
yang dilakukan perorangan, perlakuan kekerasan dengan menggunakan fisik
(kekerasan seksual), verbal (termasuk menghina), psikologis (pelecehan), oleh
seseorang dalam lingkup lingkungannya.
2.
Kekerasan yang
dilakukan oleh negara atau kelompok, yang oleh Max Weber didefinisikan sebagai
"monopoli, legitimasi untuk melakukan kekerasan secara sah" yakni
dengan alasan untuk melaksanakan putusan pengadilan, menjaga ketertiban umum
atau dalam keadaan perang yang dapat berubah menjadi semacam perbuatanan
terorisme yang dilakukan oleh negara atau kelompok yang dapat menjadi salah
satu bentuk kekerasan ekstrem (antara lain, genosida, dll.).
3.
Tindakan
kekerasan yang tercantum dalam hukum publik yakni tindakan kekerasan yang
diancam oleh hukum pidana (sosial, ekonomi atau psikologis (skizofrenia,
dll.)).
4.
Kekerasan
dalam politik umumnya pada setiap tindakan kekerasan tersebut dengan suatu
klaim legitimasi bahwa mereka dapat melakukannya dengan mengatas namakan suatu
tujuan politik (revolusi, perlawanan terhadap penindasan, hak untuk memberontak
atau alasan pembunuhan terhadap raja lalim walaupun tindakan kekerasan dapat dibenarkan
dalam teori hukum untuk pembelaan diri atau oleh doktrin hukum dalam kasus
perlawanan terhadap penindasan di bawah tirani dalam doktrin hak asasi manusia.[7]
5.
Kekerasan simbolik
(Bourdieu, Theory of symbolic power),[8]
merupakan tindakan kekerasan yang tak terlihat atau kekerasan secara struktural
dan kultural (Johan Galtung, Cultural Violence)[9]
dalam beberapa kasus dapat pula merupakan fenomena dalam penciptaan
stigmatisasi.
C.
Islam Anti
Kekerasan
Islam
adalah agama yang diturunkan Tuhan untuk menjadi rahmat bagi alam semesta.
Pesan kerahmatan dalam Islam benar-benar tersebar dalam teks-teks Islam baik al
Qur’anmaupun hadits.
Kata
Rahmah, Rahman, Rahim dan derivasinya disebut berulang-ulang dalam
jumlah yang begitu besar. Jumlahnya lebih dari 90 ayat. Maknanya adalah kasih
dan sayang.
Dalam
sebuah hadits Qudsi Tuhan menyatakan : “Ana Al-Rahman. Ana al-Rahim”
(Aku Sang Maha Kasih. Aku Sang Maha Sayang).
Al
Qur’an secara sangat tegas menyebutkan bahwa agama yang dibawa oleh Nabi
Muhammad adalah agama “rahmatan li al ‘alamin” :
وَمَا
أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ
“Aku
tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai (penyebar) kasih sayang bagi
semesta” (Q.S. al-Anbiya, 107).
Fungsi
kerahmatan ini dielaborasi oleh Nabi dengan pernyatannya yang terang benderang:
:”bu’itstu li utammima makarim al akhlaq” (Aku diutus Tuhan untuk
menyelenggarakan pembentukan moralitas kemanusiaan yang luhur). Atas
dasar inilah Nabi Muhammad saw selalu menolak secara tegas cara-cara kekerasan
dan sekaligus tidak pernah melakukannya. Nabi Muhammad Saw. mengatakan :
إني
لم أبعث لعانًا، وإنما بعثت رحمة
“Aku
tidak diutus sebagai pengutuk melainkan sebagai rahmat bagi semesta”.
Allah
swr. telah memberikan kesaksian sekaligus merestui cara-cara atau metode
penyebaran Islam yang dijalankan Nabi saw.
tersebut sambil menganjurkan agar dia meneruskannya:
فَبِمَا
رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ
الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ
لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى
اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.(Q.S. Ali Imran, 3
:159).
Ayat
Al Qur’an di atas dengan sangat jelas dan lugas menegaskan bahwa Allah lah yang
menganugerahkan kepada Nabi Muhammad saw. sifat dan karakter kasih dan sayang
itu, sekaligus menegaskan bahwa metode mengajak orang lain kepada Islam dengan
cara kasar dan kekerasan, justeru tidak menghasilkan apa-apa, bahkan kegagalan.
Tuhan juga memberikan jalan lain; dialog dan bermusyawarah untuk menyelesaikan
atau jalan keluar bagi segala konflik dan ketegangan antar warga masyarakat.
Pernyataan
ini tentu saja seharusnya menginspirasi kita untuk melakukan langkah-langkah atas
kehendak Islam universal itu. Yakni mewujudkan sebuah tatanan kehidupan manusia
yang didasarkan pada pengakuan atas kesederajatan manusia di hadapan hukum,
penghormatan atas martabat, persaudaraan, penegakan keadilan, pengakuan atas
pikiran dan kehendak orang lain, dialog secara santun serta kerjasama saling
mendukung untuk sebuah perwujudan kehendak-kehendak bersama. Ini adalah
pilar-pilar kehidupan bersama yang selalu dirindukan oleh setiap manusia di
manapun dan kapanpun, tanpa harus mempertimbangkan asal usul tempat kelahiran,
warna kulit, bahasa, jenis kelamin, keturunan, keyakinan agama dan sebagainya.
Pilar-pilar
banyak dikemukakan dengan sangat jelas dalam al Qur’andan dalam Hadits Nabi
saw.
Dari Al-Qur’an, antara lain adalah :
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ
وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ
وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ
اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Hai
sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari
seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada
keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.(Q.S. al Nisa, 1).
Ayat
lain :
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ
شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ
أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(Q.S. Al Hujurat 13).
Pada
ayat al Qur’an yang lain kita menemukan sebuah pernyataan Tuhan yang lain
tentang misi kenabian Muhammad saw. : “dia mengeluarkan manusia dari kegelapan
menuju dunia yang bercahaya”(yukhrijuhum min al zhulumat ila al nur).
Ini sama artinya dengan mengatakan bahwa tugas Nabi Muhammad adalah membebaskan
manusia dari ketertindasan sistem sosial, budaya politik dan ekonomi dan
menciptakan sistem sosial yang bebas, berkeadilan, berkesetaraan dan dalam
persaudaraan kemanusiaan.
Nabi
Muhammad saw pernah menyatakan :
“Manusia
adalah sederajat (setara) bagaikan gigi-gigi sisir. Tidak ada keistimewaan
antara manusia Arab dari manusia non Arab kecuali karena ketakwaannya”.
ان
الله لا ينظر الى صوركم ولا الى اجسامكم الا بالتقوى
“Sesungguhnya
Allah tidak melihat rupa dan tubuhmu melainkan kepada hati dan perbuatanmu”.
Nabi
kaum muslimin dalam banyak kesempatan bahkan pada beberapa hari sebelum
meninggalnya, juga menyampaikan pernyataan ini :
يا
ايها الناس , إن دماءكم واموالكم واعراضكم حرام عليكم
“Wahai
manusia, sungguh, darahmu, hartamu dan kehormatan (martabat) mu adalah suci,
terhormat”.
Siapapun
yang membaca dengan pikiran cerdas pernyataan-pernyataan teologis di atas
niscaya akan dapat menyimpulkan dengan tanpa ragu bahwa teks-teks suci kaum
muslimin ini adalah bukti paling nyata dari missi dan doktrin kemanusiaan
Islam.
Sangat meyakinkan bahwa tidak ada teks-teks
keagamaan lama maupun baru yang membicarakan prinsip-prinsip kemanusiaan secara
begitu mempesona berani, mendalam, fasih dan genuin
seperti teks-teks Islam di atas. Ini semua sesungguhnya merupakan konsekwensi
paling logis dari doktrin Tauhid, sebuah kredo (keyakinan) monoteisme paling
sentral dalam sistem Islam.
Sejauh
yang dapat ditelurusi dari kehidupan Nabi Muhammad, telah ditemukan fakta-fakta
historis bahwa prinsip-prinsip kemanusiaan Islam (baca : kerahmatan Islam)
tidak hanya muncul sebagai wacana yang dikhutbahkan atau dipidatokan di
mana-mana, melainkan juga telah menjadi sikap dan perilaku keseharian beliau
dan para sahabat-sahabatnya. Bahkan Tuhan sungguh-sungguh memberikan kesaksian
atas perilaku pribadi Nabi sebagaimana diungkapkan dalam firman-Nya : “Wa
innaka la’ala Khuluqin ‘Azhim”,(kamu,sungguh, berjalan di atas moral yang
luhur).
Bukti
lain tentang kerahmatan Islam ditunjukkan oleh apa yang dikenal dengan “Piagam
Madinah” atau “Traktat Madinah”, sebuah konstitusi yang dikeluarkan di Madinah.
Para sarjana hari ini sering menyebut Piagam ini merupakan Traktat atau perjanjian
konstitusional tentang hak-hak asasi manusia universal yang pertama di
dunia. Salah satu butir isinya menyatakan : “Orang Islam, Yahudi dan warga
Madinah yang lain, bebas memeluk agama dan keyakinan mereka masing-masing.
Mereka dijamin kebebasannya dalam menjalankan ibadah. Tidak seorangpun
dibenarkan mencampuri urusan agama orang lain. Orang Yahudi yang menandatangani
(menyetujui) piagam ini berhak memperoleh pertolongan dan perlindungan serta
tidak diperlakukan zhalim. Orang Yahudi bagi orang Yahudi dan orang Islam bagi
orang Islam. Jika di antara mereka beruat zhalim, itu akan menyengsarakan diri
dan keluarganya. Setiap bentuk penindasan dilarang. Mereka sama-sama wajib
mempertahankan negerinya dari serangan musuh”.
Bernard
Lewis, seorang orintalis beragama Yahudi, mengakui dengan terus terang missi
kerahmatan Islam ini. Dia mengatakan :
“Pada
masa-masa permulaan, banyak pergaulan sosial yang lancar terdapat di antara
kaum muslimin, Kristen dan Yahudi. Sementara menganut agama masing-masing
mereka membentuk masyarakat yang satu di mana perkawanan pribadi, kerjasama
bisnis hubungan guru-murid dalam ilmu pengetahuan dan bentuk-bentuk afktifitas
bersama lainnya berjalan normal dan sungguh,umum di mana-mana. Kerjasama budaya
ini dibuktikan dalam banyak cara”. (Nurcholis Madjid, Islam Agama Peradaban, hlm.60).
Lima
Prinsip Kerahmatan Semesta Islam
Al-Imam
Al-Ghazali, pemikir muslim sunni klasik terbesar mengatakan bahwa tujuan agama
adalah kesejahteraan sosial (kemaslahatan). Al-Ghazali selanjutnya merumuskan
makna ini : “kemaslahatan menurut saya adalah mewujudkan tujuan-tujuan agama
yang memuat lima bentuk perlindungan. Yaitu perlindungan terhadap ; agama (hifzh
al din), jiwa dan tubuh (hifzh al nafs), akal-pikiran (hifzh al
‘aql), keturunan (hifzh al nasl) dan harta benda (hifzh al maal).
Segala cara yang dapat menjamin perlindungan terhadap lima prinsip ini adalah
kemaslahatan dan mengesampingkannya adalah kerusakan (mafsadah), menolak
kerusakan adalah kemaslahatan”
Pandangan
al Ghazali tersebut harus dielaborasi secara lebih jauh dalam konteks yang
lebih luas dan sejalan dengan gagasan besar Islam tentang kerahmatan universal,
termasuk di dalamnya tentang kebebasan dan kesetaraan manusia serta penghapusan
pandangan-pandangan dan praktik-praktik yang mendiskriminasikan manusia
atas manusia. Kita harus mampu keluar dari tafsir tradisional yang tertutup,
eksklusif, menuju tafsir yang lebih terbuka, inklusif. Pertama, perlindungan
terhadap keyakinan agama dan kepercayaan, mengandung implikasi bahwa
perlindungan bukan hanya terhadap agama dan keyakinan dirinya melainkan juga
terhadap keyakinan orang lain, sehingga tidak seorangpun boleh memaksa atau
menindas orang lain hanya karena keyakinan atau agamanya atau kepercayaannya
yang berbeda dengan dirinya. Kedua, perlindungan terhadap jiwa,
mengimplikasikan perlindungan terhadap nyawa dan tubuh siapapun, sehingga tidak
boleh ada seorangpun yang berhak melukai, membunuh atau melakukan kekerasan
terhadap orang lain yang tidak melakukan kesalahan apapun. Ketiga perlindungan
terhadap akal pikiran, mengandung implikasi penyediaan ruang yang bebas untuk
mengekspresikan pendapat, pikiran, gagasan dan kehendak-kehendak yang lain,
sehingga tidak boleh terjadi pemasungan dan penjegalan terhadap pikiran dan
pendapat orang lain oleh siapapun serta tidak boleh dirusak oleh apapun,
seperti minuman keras, narkoba dan lain-lain. Keempat perlindungan
terhadap kehormatan dan keturunan, membawa konsekwensi perlindungan dan penghormatan
terhadap alat-alat reproduksi dalam rangka menjaga kesehatannya, sehingga
tidak boleh terjadi pemerkosaan, pelacuran dan pelecehan atau eksploitasi
seksual lainnya. Kelima, perlindungan terhadap hak milik pribadi maupun
masyarakat, mengandung implikasi adanya jaminan atas pilihan-pilihan pekerjaan,
profesi, hak-hak atas upah sekaligus jaminan keamaanan atas hak milik tersebut,
sehingga tidak boleh terjadi adanya larangan terhadap akses pekerjaan,
perampasan hak milik pribadi, korupsi, penyelewengan, penggelapan, penggusuran,
perusakan lingkungan dan alam serta eksploitasi-eksploitasi haram lainnya oleh
siapapun; individu, masyarakat, institusi keagamaan, sosial, maupun institusi
negara.
(Sumber Tulisan : https://lensasukabumi.wordpress.com/2011/02/11/islam-anti-kekerasan-agama-rahmat/)
D.
Tempat Terjadinya
Kekerasan.
Kekerasan
dalam segala bentuknya dapat terjadi di mana-mana, antara lain :
1.
Kekerasan Dalam
Rumah Tangga
2.
Kekerasan Dalam
Kehidupan Bermasyarakat
3.
Kekerasan Dalam
Lingkungan Pendidikan
4.
Kekerasan Dalam
Lingkungan perkantoran
5.
Kekerasan Dalam
Negara
6.
dll
E.
Bentuk-bentuk Kekerasan
Kekerasan,
dimanapun terjadi akan menimbulkan kekacauan, kerugian secara fisik maupun
non-fisik.
Kebanyakan
orang hanya memahami kekerasan sebagai tindakan fisik yang kasar saja sehingga
bentuk perilaku dalam bentuk kata-kata menyakitkan dan perilaku menekan tidak
pernah diperhitungkan sebagai kekerasan. Padahal yang disebut kekerasan
mencakup keseluruhannya.
Hal
ini dapat dilihat dari definisi tentang tindak kekerasan dalam rumah tangga
sebagaimana disebutkan dalam bab III Pasal (1) UU No. 23 tahun 2004 tentang
tindak kekerasan dalam rumah tangga.
Jadi
bentuk tindak kekerasan itu setidaknya ada tiga yaitu:
a.
Kekerasan
fisik.
Yang
di maksud dengan kekerasan fisik adalah suatu tindakan yang dilakukan seorang kepada
orang lain yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat sehingga
tidak menutup kemungkinan yang akan terjadi pada korban akan mengalami trauma
yang berkepanjangan atau gangguan psikologis diakibatkan perilaku tersebut.
b.
Kekerasan
Psikis.
Yang
dimaksud dengan kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, atau penderitaan
psikis berat pada seseorang. Kekerasan psikis dalam UU ini dapat diukur dari
akibat yang dirasakan oleh korban, dalam hal ini bahwa perbuatan tersebut
mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk
bertindak, rasa tidak berdaya, penderitaan dan atau gangguan psikis berat pada
seseorang.
Untuk
memastikan sejauh mana korban mengalami kekerasan psikis, bisa dikonfirmasi
kepada pihak-pihak yang kompeten dan atau berwenang mengeluarkan Visum
Psikiatrikum sebagai alat bukti.
c.
Kekerasan
Seksual.
Kekerasan
seksual adalah pemaksaaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap seseorang
dalam lingkungantertentu.
Pemaksaan
hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan
orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Kekerasan seksual
dalam perkawinan dapat terjadi bila suami menghendaki istri untuk menuruti
keinginan seksnya kapan pun ia mau tanpa memperdulikan kondisi dan atau
persetujuan/kehendak istri.
F.
Tafsir Ayat
Nusyuz
Menurut
hemat penulis, sebenarnya hukum Islam tidak melarang seorang suami melakukan
kekerasan dalam bentuk apapun terhadap Istri. Banyak ayat al-Quran yang
membicarakan tentang larangan kekerasan terhadap perempuan. Uslub (gaya bahasa)
yang digunakan pun beragam; ada yang menyuruh berbuat baik terhadap perempuan,
ada yang melarang praktik-praktik yang merugikan perempuan; yang dikemukakan
sebagai langkah preventif untuk melindungi perempuan dari tindak kekerasan, ada
pula yang dinyatakan sebagai langkah kuratif terhadap praktek kekerasan yang
dialami perempuan.
Ayat-ayat
Al-Quran yang berbicara tentang kekerasan terhadap perempuan adalah QS
Al-Nisaa': Ayat 34-35 yang artinya Laki-laki mempunyai kelayakan memimpin kaum
wanita, karena Allah telah memberikan kelebihan atas yang lain dan karena
mereka memberi nafkah.
Wanita-wanita
yang salehah ialah yang taat beribadah, yang menjaga amanat sewaktu suami
berpergian, karena Allah telah memelihara mereka. Mereka yang dikhawatirkan
berbuat nusyuz berilah mereka peringatan, jauhilah mereka di tempat tidur,
pukullah mereka (ada yang mengartikan "berilah sangsi yang
mendidik").
Tetapi
apabila mereka telah taat kepadamu, jangan mencari jalan untuk menyudutkan.
Allah Mahatinggi lagi Mahagung. Jika kamu khawatir akan timbul perselisihan,
utuslah seorang juru penengah dari keluarga laki-laki dan dari keluarga
perempuan. Jika keduanya itu berkehendak damai Allah akan memberikan taufik
kepada yang berselisih itu. Allah sungguh Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Ada
perbedaan baik dikalangan para ulama' atau ahli tafsir dalam mengartikan kata
"Fadhribuhunna". Bila ditinjau dari sejarah turunnya al Qur'an,
dimana perempuan pada saat itu tidak dimanusiakan. Perempuan pra Islam berhak
dibunuh dan dijadikan benda waris tanpa boleh membela diri.
Maka
pemukulan pada saat itu merupakan bentuk kekerasan yang amat ringan dibanding
perilaku yang dilakukan oleh masyarakat pra Islam. Dan pernyataan dalam al
Qur'an menjadikan pemukulan sebagai alternatif terakhir bagi suami yang
istrinya nusyuz. Dengan setting sosial budaya demikian, menurut Badriyah
Fayumi, pemukulan terhadap istri yang nusyuz bukanlah tujuan atau cara yang
direkomendasikan melainkan justru merupakan tradisi yang secara bijaksana
dikehendaki oleh al Qur'an untuk ditinggalkan.
Berbeda
dengan pengertian di atas, Muhammad Abduh sebagaimana dikutib Musdah, kata
memukul dalam ayat tersebut metaforis, yakni dalam pengertian mendidik atau
memberi pelajaran. Perlu digarisbawahi, mesti ada sejumlah ulama' dan ahli
tafsir yang mengartikan kata memukul dalam pengertian fisik. Hal itu hanya
boleh dalam kondisi yang amat terpaksa, sifatnya darurat bukan kewajiban. Untuk
itu ada beberapa ketentuan yang diperhatikan suami, diantaranya:
1.
Dilarang
memukul dengan menggunakan alat, seperti tongkat dan sebagainya.
2.
Tidak boleh
pada bagian wajah.
3.
Tidak boleh
hanya satu bagian tertentu saja.
4.
Tidak boleh
memukul yang berakibat cidera.
Namun
kemudian para ulama' baik yang memahami ayat tersebut secara harfiah maupun
metaforis, bahwa sikap suami yang menjauhi pemukulan dan tindakan fisik serta
memberi maaf adalah sebuah tindakan yang terpuji.
Mauidlah (memberikan nasihat yang baik) dan pisah ranjang (bukan pisah rumah dan bukan saling mendiamkan) sungguh merupakan metode jitu yang diperkenalkan Al-Quran untuk meminimalisir tindak kekerasan berupa pemukulan. Dalam konteks sosial budaya yang begitu permisif terhadap kekerasan, kedua metode yang dikemukakan ayat ini benar-benar menawarkan sesuatu yang melawan arus sekaligus mengakomodir kepentingan perempuan.
Mauidlah (memberikan nasihat yang baik) dan pisah ranjang (bukan pisah rumah dan bukan saling mendiamkan) sungguh merupakan metode jitu yang diperkenalkan Al-Quran untuk meminimalisir tindak kekerasan berupa pemukulan. Dalam konteks sosial budaya yang begitu permisif terhadap kekerasan, kedua metode yang dikemukakan ayat ini benar-benar menawarkan sesuatu yang melawan arus sekaligus mengakomodir kepentingan perempuan.
Sayyid
Qutb dalam Abdul Moqsit Ghozali, menyatakan ayat ini merupakan satu di antara
banyak ayat Al-Quran yang menginformasikan adanya pergulatan antara tradisi
masyarakat versus ajaran Islam di mana Islam dalam posisi perombak tradisi.
(memberikan
nasihat yang baik) dan pisah ranjang (bukan pisah rumah dan bukan saling
mendiamkan) sungguh merupakan metode jitu yang diperkenalkan Al-Quran untuk
meminimalisir tindak kekerasan berupa pemukulan. Dalam konteks sosial budaya
yang begitu permisif terhadap kekerasan, kedua metode yang dikemukakan ayat ini
benar-benar menawarkan sesuatu yang melawan arus sekaligus mengakomodir
kepentingan perempuan. Sayyid Qutb dalam Abdul Moqsit Ghozali, menyatakan ayat
ini merupakan satu di antara banyak ayat Al-Quran yang menginformasikan adanya
pergulatan antara tradisi masyarakat versus ajaran Islam di mana Islam dalam
posisi perombak tradisi.
M.Quraisy shihab mengatakan bahwa tidak semua istri taat kepada Allah, demikian juga suami. Maka ayat ini memberikan tutunan kepada suami, bagaimana seharusnya bersikap dan berlaku terhadap istri yang membangkang. Jangan sampai pembangkangan mereka berlanjut, dan jangan sampai juga sikap suami berlebihan sehingga mengakibatkan runtuhnya kehidupan rumah tangga.
Dalam suatu riwayat disebut bahwa Nabi Muhammad SAW ketika melakukan haji wada' (haji terakhir yang bertepatan dengan hari jum'at) setelah memuji Allah SWT dan menasehati orang-orang yang hadir ketika itu, beliau bersabda yang artinya:"Ketahuilah! Hendaklah kamu melaksanakan wasiatku untuk melakukan yang terbaik bagi kaum wanita, karena mereka itu laksana tawanan yang berada di sisimu. Kamu tidak dapat berbuat apa-apa terhadap mereka kecuali apa yang telah aku wasiatkan ini. Lain halnya jika mereka melakukan tindakan keji secara terang-terangan.
M.Quraisy shihab mengatakan bahwa tidak semua istri taat kepada Allah, demikian juga suami. Maka ayat ini memberikan tutunan kepada suami, bagaimana seharusnya bersikap dan berlaku terhadap istri yang membangkang. Jangan sampai pembangkangan mereka berlanjut, dan jangan sampai juga sikap suami berlebihan sehingga mengakibatkan runtuhnya kehidupan rumah tangga.
Dalam suatu riwayat disebut bahwa Nabi Muhammad SAW ketika melakukan haji wada' (haji terakhir yang bertepatan dengan hari jum'at) setelah memuji Allah SWT dan menasehati orang-orang yang hadir ketika itu, beliau bersabda yang artinya:"Ketahuilah! Hendaklah kamu melaksanakan wasiatku untuk melakukan yang terbaik bagi kaum wanita, karena mereka itu laksana tawanan yang berada di sisimu. Kamu tidak dapat berbuat apa-apa terhadap mereka kecuali apa yang telah aku wasiatkan ini. Lain halnya jika mereka melakukan tindakan keji secara terang-terangan.
Apabila
mereka melakukannya, maka tindaklah mereka dengan pisah ranjang dan pukullah
mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan. Tetapi apabila mereka patuh,
maka jangan menacari alasan untuk memukul mereka. Ketahuilah bahwa kamu mempunyai
hak atas mereka, dan mereka mempunyai hak atasmu. Adapun hakmu atas mereka
adalah mereka tidak diperkenankan untuk membawa orang yang tidak kamu sukai
menginjak tempat tidurmu dan mengizinkannya memasuki rumahmu. Ketahuilah bahwa
hak mereka atasmu adalah perlakuanmu yang baik dalam memberikan sandang dan
pangan".
Dalam
hadits di atas, Nabi mengingatkan agar kita melaksanakan wasiatnya berkenan
dengan istri, yaitu mengasihi dan memperlakukannya dengan baik, karena mereka
adalah orang-orang yang lemah dan membutuhkan orang lain untuk menyediakan
hal-hal yang menjadi keperluan mereka. Nabi mengumpamakan mereka dengan
tawanan, karena pada dasarnya mereka adalah tahanan suami atau pinjaman yang
diamanatkan oleh Allah. Akan tetapi, jika mereka melakukan perbuatan keji
seperti nusyuz, maka suami diperbolehkan melakukan tindakan berupa pisah
ranjang dalam waktu yang tidak terbatas sesuai dengan kebutuhan.
Jika
sudah ada tanda-tanda membaik, maka pisah ranjang dihentikan. Demikian pula,
suami diperbolehkan memukul dengan pukulan yang tidak berbahaya jika pisah
ranjang tidak membuat mereka sadar. Akan tetapi, apabila mereka kembali patuh
kepada suami, maka suami dilarang mencari berbagai kesalahan untuk memukul
mereka secara zalim. Sebab istri yang telah menyadari kesalahannya dan
bertaubat seperti orang yang tidak pernah berbuat dosa.
Hadits
diatas diriwayatkan oleh At-Turmudzi (hadits No. 1163) dan Ibn Majah (hadits
No. 1851) dari jalur Sulayman bin ‘Amr bin al-Ahwash dari ayahnya secara
marfu'. Menurut At-Turmuzi hadits ini hasan sahih. Menurut al-Albani dalam
sanad hadits ini terdapat "kesamaran" tetapi ia memiliki beberapa
penguat (syahid) yang menguatkannya.
Dalam
hal pembuktian, sebagian ulama ada yang memahami bahwa nusyuz di sini diartikan
dengan "yang dapat dibuktikan", sedangkan ulama lain memahaminya
sebagai nusyuz yang diketahui oleh suami. Akan tetapi kalau diberikan
interpretasi serupa itu, mengapa Allah SWT "mengganti'" kata
‘ulama= diketahui (nusyuznya) dengan kata khaafa= dikhawatirkan (nusyuznya)?
Mengapa misalnya, Allah Swt tidak menyatakan: "dan wanita-wanita yang
nusyuz" saja? Dengan demikian, tak bisa lain, pasti ada hikmah yang
tersembunyi, yakni: Allah SWT menghendaki agar kehidupan suami-istri itu
merupakan kehidupan yang penuh cinta-kasih, sayang-menyayangi, dan penuh
kerelaan timbal-balik, Allah pun tidak menghendaki nusyuz ini dikaitkan dengan
sikap kaum wanita yang betul-betul terjadi dalam kehidupan suami-istri itu.
Justru sebaliknya, Allah mengharapkan sikap seperti itu jangan sampai terjadi,
sebab, jelas merupakan sikap yang keluar dari prinsip yang padanya setiap
fitrah itu ditegakkan dan di atasnya kebaikan rumah tangga yang dibangun.
Allah SWT berfirman yang artinya: Para istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf, akan tetapi suami mempunyai satu derajad kebaikan atas mereka (para istri) (QS. Al Baqoroh: 228).
Derajad itu adalah kelapangan dada suami terhadap istrinya untuk meringankan sebagian kewajiban istri. Karena itu, Syaikh al Mufassirin Imam Ath Thobari menulis:
Allah SWT berfirman yang artinya: Para istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf, akan tetapi suami mempunyai satu derajad kebaikan atas mereka (para istri) (QS. Al Baqoroh: 228).
Derajad itu adalah kelapangan dada suami terhadap istrinya untuk meringankan sebagian kewajiban istri. Karena itu, Syaikh al Mufassirin Imam Ath Thobari menulis:
Walau
ayat ini disusun dalam redaksi berita, tetapi maksudnya adalah anjuran bagi
para suami untuk memperlakukan istrinya dengan sifat terpuji, agar mereka dapat
memperoleh derajad itu.
Imam
Ghozali menulis:
Ketahuilah
bahwa yang dimaksud dengan perlakuan baik terhadap istri, bukanlah tidak mengganggunya,
tetapi bersabar dari kesalahannya, serta melakukan dengan kelembutan dan maaf,
saat ia menumpahkan emosi dan kemarahannya.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya: "Berwasiatlah kepada perempuan dengan baik. Karena perempuan diciptakan dari tulang rusuk yang paling bengkok. Dan tulang yang paling bengkok adalah atasnya. Jika engkau dengan keras meluruskannya, niscaya engkau akan mematahkannya. Tetapi kalau engkau biarkan niscaya akan tetap bengkok (H.R. Bukhari dan Muslim).
Hadits diatas difahami oleh para ulama' terdahulu secara harfiah. Namun tidak sedikit ulama' ulama' kontemporer memahaminya secara metafora, bahkan ada yang menolak keshohihan (kebenaran) hadits tersebut. Yang memahami secara metafora bahwa hadits di atas memperingatkan kepada laki laki agar menghadapi perempuan dengan bijaksana karena ada sifat, karakter, dan kecenderungan mereka yang tidak sama dengan laki laki, hal mana jika tidak disadari akan dapat mengantarkan kaum laki laki bersikap tidak wajar. Mereka tidak akan mampu merubah karakter dan sifat bawaan perempuan, kalaupun mereka berusaha akibatnya akan fatal, sebagaimana fatalnya meluruskan tulang rusuk yang bengkok.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya: "Berwasiatlah kepada perempuan dengan baik. Karena perempuan diciptakan dari tulang rusuk yang paling bengkok. Dan tulang yang paling bengkok adalah atasnya. Jika engkau dengan keras meluruskannya, niscaya engkau akan mematahkannya. Tetapi kalau engkau biarkan niscaya akan tetap bengkok (H.R. Bukhari dan Muslim).
Hadits diatas difahami oleh para ulama' terdahulu secara harfiah. Namun tidak sedikit ulama' ulama' kontemporer memahaminya secara metafora, bahkan ada yang menolak keshohihan (kebenaran) hadits tersebut. Yang memahami secara metafora bahwa hadits di atas memperingatkan kepada laki laki agar menghadapi perempuan dengan bijaksana karena ada sifat, karakter, dan kecenderungan mereka yang tidak sama dengan laki laki, hal mana jika tidak disadari akan dapat mengantarkan kaum laki laki bersikap tidak wajar. Mereka tidak akan mampu merubah karakter dan sifat bawaan perempuan, kalaupun mereka berusaha akibatnya akan fatal, sebagaimana fatalnya meluruskan tulang rusuk yang bengkok.
Maka
Islam mengajurkan agar suami menimbang dengan adil antara sifat-sifatnya yang
baik dan yang buruk. Karena apabila ia melihat sifat yang tidak disenanginya
tentu ia akan melihat juga sifat yang disenanginya.
PENUTUP
Demikianlah pandangan beberapa mufassir mengenai
ayat nusyuz, yaitu sebagaimana terdapat dalam surat An Nisa' ayat 34-35. Ada
sebagian ulama' yang menafsirkan kata "fadhribuhunna" dengan "
mendidik atau memberi pelajaran", ada pula yang memahami berdasarkan
konteks sosial historis bahwa pemukulan terhadap istri yang nusyuz bukanlah
tujuan atau cara yang direkomendasikan melainkan justru merupakan tradisi yang
secara bijaksana dikehendaki oleh al Qur'an untuk ditinggalkan. Bahkan lama'
yang tetap mengartikan "fadhribuhunna" dengan "memukul" pun
harus dengan syarat syarat tertentu sebagaimana yang telah diuraikan dalam
pembahasan di atas. Sedangkan penulis sendiri sepakat dengan pendapat kedua,
karena dalam memahami nas kita pun harus memahami konteks sosial cultural
dimana nash itu turun.
Kalau kita melihat jenis jenis KDRT dalam UU No.
23 tahun 2004, nampak bahwa memukul istri, biarpun dikarenakan nusyuz tetap
merupakan kekerasan dalam rumah tangga yang dilarang oleh UU tersebut. Menurut
penulis Undang-undang KRDT dibuat dengan tujuan menjaga kemaslahatan, yaitu
melindungi setiap anggota keluarga atau rumah tangga dari tindak kekerasan, hal
ini sesuai dengan kaidah ushuliyah:"Tashorruful Imam Manuthun bil
Mashlahah".
Sumber Bacaan:
http://kamilia-milestones.blogspot.com/2010/01/pandangan-islam-terhadap-kekerasan.html
http://pesantren.uii.ac.id/content/view/29/52/1/1/
Dalam http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5378ba7058483/lima-belas-bentuk-kekerasan-seksual, dijelaskan
bahwa ada 15 bentuk kekerasan seksual :
1.
Perkosaan.
Perkosaan bisa dimaknai sebagai serangan dalam bentuk pemaksaan hubungan
seksual. Dalam serangan seksual itu ada upaya paksa, kekerasan, tekanan
psikologis, penyalahgunaan kekuasaan, atau mengambil kesempatan dari lingkungan
yang penuh paksaan. Pencabulan sering diidentikkan dengan perkosaan dalam hukum
Indonesia.
2.
Intimidasi
seksual
termasuk ancaman atau percobaan perkosaan. Di sini, ada tindakan yang menyerang
seksualitas untuk menimbulkan rasa takut atau penderitaan psikis pada korban.
Bisa disampaikan langsung atau melalui pesan singkat. Ancaman atau percobaan
perkosaan termasuk kategori ini.
3.
Pelecehan
seksual.
Ini adalah tindakan seksual lewat sentuhan fisik atau nonfisik dengan sasaran
organ seksual korban. Komnas Perempuan memasukkan siulan, main mata, ucapan
bernuansa seksual, dan menunjukkan materi pornografi ke dalam kategori ini.
4.
Eksploitasi
seksual,
yakni tindakan penyalahgunaan kekuasaan yang timpang, atau penyalahgunaan
kepercayaan, untuk tujuan kepuasaan seksual, atau untuk memperoleh keuntungan.
Bentuk yang kerap terjadi adalah menggunakan kemiskinan keluarga perempuan
untuk memasukkannya ke dalam prostitusi atau bisnis pornografi.
5. Perdagangan
perempuan
untuk tujuan seksual, meliputi tindakan merekrut, mengangkut, menampung,
mengirim memindahkan, atau menerima seseorang dengan paksaan atau rayuan untuk
tujuan prostitusi atau ekspolitasi
seksual lainnya.
6.
Prostitusi
paksa.
adalah situasi dimana korban mengalami tipu daya, ancaman, atau kekerasan untuk
menjadi pekerja seks.
7.
Perbudakan
seksual,
adalah situasi dimana pelaku merasa menjadi ‘pemilik’ atas tubuh korban
sehingga berhak untuk melakukan apapun termasuk memperoleh kepuasan seksual
melalui pemerkosaan atau cara lain.
8.
Pemaksaan
perkawinan.
Pernikahan dini atau pernikahan yang dipaksakan kepada orang yang belum dewasa
karena di dalamnya akan ada pemaksaan seksual. Cerai gantung termasuk juga
dalam kategori ini.
9.
Pemaksaan
kehamilan.
Situasi ketika perempuan dipaksa untuk melanjutkan kehamilan yang tidak dia
inginkan. Misalnya dialami oleh perempuan korban perkosaan.
10. Pemaksaan
aborsi,
yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan karena adanya tekanan, ancaman, atau
paksaan dari pihak lain.
11. Pemaksaan
kontrasepsi dan sterilisasi. Disebut pemaksaan ketika pemasangan
alat kontrasepsi atau pelaksanaan sterilisasi tanpa persetujuan utuh dari
pasangan, mungkin karena minim informasi atau karena belum cakap secara hukum
untuk memberi persetujuan. Bisa menimpa perempuan yang terkena HIV/AIDS.
12. Penyiksaan
seksual,
adalah tindakan khusus menyerang organ atau seksualitas korban, yang dilakukan
dengan sengaja sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan hebat.
13. Penghukuman
tidak manusiawi dan bernuansa seksual. Masuk
kategori kekerasan sesual karena cara menghukum yang menyebabkan penderitaan,
kesakitan, ketakutan, atau rasa malu yang luar biasa. Termasuk di dalamnya
hukuman cambuk atau hukuman lain yang mempermalukan.
14. Praktek
tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau
mendiskriminasi perempuan. Kebiasan masyarakat, kadang ditopang alasan agama
dan tradisi, yang bernuansa seksual, yang dapat menimbulkan cedera fisik,
psikologis atau seksual pada korban dimasukkan Komnas Perempuan sebagai salah
satu bentuk kekerasan seksual.
15. Kontrol
seksual,
termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama. Pandangan
yang menuduh perempuan sebagai penyebab kekerasan seksual menjadi landasan
untuk mengendalikan seksual perempuan.
No comments:
Post a Comment