C.
RUKUN
NIKAH DAN SYARAT-SYARATNYA
Rukun nikah yaitu unsur-unsur yang harus ada pada saat dilangsungkannya
suatu pernikahan, dan unsur-unsur tersebut telah memenuhi persyaratan tertentu.
Apabila salah satu rukun tidak terpenuhi atau tidak memenuhi persyaratan maka pernikahan menjadi tidak sah dan harus diulang. perhatikan tabel berikut :
Apabila salah satu rukun tidak terpenuhi atau tidak memenuhi persyaratan maka pernikahan menjadi tidak sah dan harus diulang. perhatikan tabel berikut :
No
|
Rukun Nikah
|
Syarat sah
menjadi Rukun
|
1.
|
Calon
Suami
|
a. Beragama
Islam
b. atas
kemauan sendiri
c. Bukan
mahram calon istri
d. Tiddak
sedang ihram (haji/umrah)
|
2
|
Calon
Istri
|
a. Beragama
Islam
b. Bukan
muhrim calon suami
c. Tidak
sedang bersuami
d. Tidak
dalam masa iddah
e. Tidak
sedang ihram (haji/umrah)
|
3.
|
Wali
(dari calon istri)
|
a. Beragama
Islam
b. Dewasa
(baligh)
c. Berakal
sehat (aqil)
d. Laki-laki
e. Merdeka
(bukan budak)
f. Adil
(tidak fasiq)
g. Tidak
sedang ihram (haji/ umrah )
|
4.
|
Dua orang saksi
|
Sama dengan persyaratan wali, kecuali g.
|
5.
|
Sighat
aqad (Ijab Qabul)
|
a.
Ijab yaitu perkataan dari wali mempelai perempuan, seperti :
Saya
nikahkan engkau dengan anak saya....
dengan maskawin ....
b.
Qabul yaitu jawaban dari mempelai
laki-laki, seperti :
Saya
terima menikahi..... dengan maskawin.........
c.
Ucapan ijab qabul harus jelas dan beruntun tidak berselang
waktunya (diselingi perka taan lain
sebelum qabul)
|
Penjelasan :
a. Tidak sah suatu pernikahan tanpa izin dari
wali
b. Tidak sah suatu pernikahan tanpa adanya wali
dan saksi
c. Dalil Al Qur’an tentang masalah wali :
يَاأيهَا
الذيْنَ امَنُوْا لَاتَـتَّخِذُواالْيَـهُوْدَ وَالنَّصَارَى أوْلــيَاءَ.
Artinya : “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu ambil orang Yahudi dan Nasrani untuk menjadi Wali”. QS.
Al Maidah : 51
d. Urut-urutan yang berhak menjadi wali dalam
suatu pernikahan adalah :
1. Ayah kandung, kakek
terus ke atas
2. Saudara laki-laki
sekandung
3. Saudara laki-laki
seayah
4. Anaklaki-laki dari
no. 2 dan terus ke bawah
5. Anak laki-laki dari
no. 3 terus ke bawah
6. Saudara laki-laki dari ayah yang sekandung
7. Saudara laki-laki dari ayah yang seayah
8. Anak laki-laki dari no. 6
9. Anak laki-laki dari no. 7
Bila kesembilan macam wali tersebut di atas tidak ada semua,
maka yang menjadi wali dari mempelai wanita adalah penguasa atau hakim yang
kemudian disebut dengan “Wali Hakim”.
e. Muhrim/mahram adalah orang-orang yang tidak
boleh /haram dinikahi, mereka adalah :
Perempuan yang haram untuk dinikahi dengan dua sebab. pertama hurmah
mu’abbadah (haram selamanya) dan kedua hurmah mu’aqqatah (haram dalam waktu
tertentu).
Hurmah mu’abbadah terjadi dengan beberapa sebab yakni, kekerabatan,
karena hubungan permantuan (mushaharah) dan susuan.
1. Haram dinikahi karena sebab hubungan
keturunan, yaitu :
a)
Ibu
kandung, nenek (dari ayah/ ibu) dan terus ke atas
b)
Anak
perempuan, cucu, cicit dan seterusnya ke bawah
c)
Saudara
perempuan (sekandung, sebapak atau seibu saja)
d)
Saudara
perempuan dari bapak
e)
Saudara
perempuan dari ibu
f)
Anak
perempuan dari saudara laki-laki dan terus ke bawah
g)
Anak
perempuan dari saudara perempuan dan terus ke bawah.
2. Haram dinikahi karena sebab hubungan susuan ,
yaitu :
a)
Ibu
yang menyusui
b)
Saudara
perempuan sesusuan
c) Anak pr dari saudara laki-laki yang sesusuan
d) Anak pr dari saudara pr yang sesusuan
e) Bibi susuan (saudari dari ayah susuan)
f) Saudara ibu susuan
g) Anak pr susuan (yang menyusu pada istri)
c) Anak pr dari saudara laki-laki yang sesusuan
d) Anak pr dari saudara pr yang sesusuan
e) Bibi susuan (saudari dari ayah susuan)
f) Saudara ibu susuan
g) Anak pr susuan (yang menyusu pada istri)
3. Haram dinikahi karena sebab hubungan
perkawinan, yaitu :
a)
Ibu
dari istri (mertua)
b)
Istri
anak (menantu), baik sudah dicerai apalagi belum
c)
Anak
tiri (perempuan) , apabila sudah bercampur dengan ibunya
d)
Istri
bapak (ibu tiri), baik sudah dicerai atau belum
e)
Saudara
perempuan dari istri dan bibi dari istri (saudara perempuan dari ayah atau ibu
istri), kecuali bila sudah bercerai dengan istri.
D.
KEWAJIBAN
SUAMI ISTRI
Seorang istri diharuskan menunaikan kewajibannya yang merupakan
hak suami demikian pula sebaliknya, sehingga dalam kehidupan suami istri akan
terjalin hubungan timbal balik yang baik, dengan kata lain masing-masing harus
berupaya untuk menunaikan kewajibannya secara optimal. Dalam Buku Kompilasi
Hukum, telah diatur tentang kewajiban suami istri, yang pokok-pokoknya sebagai
berikut :
a. Kewajiban suami
1. Wajib memberikan nafkah, pakaian dan tempat
kediaman serta biaya rumah tangga sehari-hari dan biaya pendidikan
anak-anaknya.
2. Memimpin, memberi perlindungan dan
ketenteraman guna terwujudnya keluarga sakinah, bahagia sejahtera
3. Bergaul
dengan istri dan anak-anaknya dengan cara yang makruf, yaitu sesuai
dengan kaidah akhlaqul karimah
4. Memberikan pendidikan dan bimbingan
kepada anak dan istrinya untuk
selalu bertaqwa dan meningkatkan taqwanya
5. Memberikan nafkah dan kediaman
kepada bekas istri selama masa iddah
6. Kewajiban suami pada istri gugur, apabila
istri nusyuz.
Dasar dari kewajiban di atas adalah ayat-ayat Al Qur’an dan hadis, diantaranya :
الرّجَـال
قـوَامُـوْنَ عَلى النّـسَـاء بمـَا فضـل لله بَـعْضهُمْ عَلى بـعْض وَ بمـَا
أنـفــقوا منْ أمْوَالهمْ
Artinya : “Kaum laki-laki
adalah pemimpin bagi
kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka
(laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka . . . “. QS. An Nisa’ : 34
Yang perlu mendapatkan perhatian, bahwa kelebihan
laki-laki dari wanita bukan berarti laki-laki lebih mulia dari wanita,
akan tetapi karena kelebihan itulah yang menimbulkan kewajiban seperti tersebut
di atas.
ياأيــهَا
الذينَ ءَامَـنُوْا قُوْا أَنْفُسَكُمْ وَ أًهْلِيْـكُمْ نَارًا.
Artinya
: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu
dan keluargamu dari api neraka”. QS. At Tahrim : 6
Sabda Rasulullah saw. :
اتـقـواالله
فى النسـاء فانكــــــم اخَذتـمُوهـن بأمانـة الله واســتحْللـتمْ فـروجـهُـنَ بكلمات الله رواه مسلم
Artinya
: “Takutlah kepada Allah dalam urusan perempuan, sesungguhnya karena mengambil
mereka dengan kepercayaan Allah dan halal mencampuri mereka dengan kalimat
Allah dan diwajibkan atas kamu (para suami) memberikan nafkah dan pakaian
kepada mereka dengan cara yang baik (sesuai kemampuan)”. HR. Muslim
No comments:
Post a Comment