Tuesday 2 April 2013

XII.2.5 MUNAKAHAH, bag 2

C.     RUKUN NIKAH DAN SYARAT-SYARATNYA
Rukun nikah yaitu unsur-unsur yang harus ada pada saat dilang­sungkannya suatu pernikahan, dan unsur-unsur tersebut telah memenuhi persyaratan tertentu.

Apabila salah satu rukun tidak terpenuhi atau tidak memenuhi persyaratan maka pernikahan menjadi tidak sah dan harus diulang. perhatikan tabel berikut :
                                                                                                          
No
Rukun Nikah
Syarat sah menjadi Rukun
1.
Calon Suami
a. Beragama Islam                
b. atas kemauan sendiri       
c. Bukan mahram calon istri
d. Tiddak sedang ihram (haji/umrah)
2
Calon Istri
a. Beragama Islam                
b. Bukan muhrim calon suami
c. Tidak sedang bersuami
d. Tidak dalam masa iddah
e. Tidak sedang ihram (haji/umrah)
3.
Wali (dari calon istri)
a. Beragama Islam                                   
b. Dewasa (baligh)
c. Berakal sehat (aqil)         
d. Laki-laki
e. Merdeka (bukan budak)                    
f. Adil (tidak fasiq)
g. Tidak sedang ihram (haji/ umrah )
4.
Dua orang saksi
Sama dengan persyaratan wali, kecuali g.
5.
Sighat aqad (Ijab Qabul)
a. Ijab yaitu perkataan dari wali mempelai perempuan, seperti :
    Saya nikahkan engkau dengan anak saya....  dengan maskawin ....
b. Qabul  yaitu jawaban dari mempelai laki-laki, seperti :
    Saya  terima menikahi..... dengan maskawin.........
c. Ucapan ijab qabul harus jelas dan beruntun tidak berselang   
    waktunya (diselingi perka taan lain sebelum qabul)

Penjelasan :
a.   Tidak sah suatu pernikahan tanpa izin dari wali
b.   Tidak sah suatu pernikahan tanpa adanya wali dan saksi
c.   Dalil Al Qur’an tentang masalah wali :
يَاأيهَا الذيْنَ امَنُوْا لَاتَـتَّخِذُواالْيَـهُوْدَ وَالنَّصَارَى أوْلــيَاءَ.
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil orang Yahudi dan Nasrani untuk menjadi Wali”. QS. Al Maidah : 51
d.   Urut-urutan yang berhak menjadi wali dalam suatu pernikahan adalah :
1. Ayah kandung, kakek terus ke atas
2. Saudara laki-laki sekandung
3. Saudara laki-laki seayah      
4. Anaklaki-laki dari no. 2 dan terus ke bawah      
5. Anak laki-laki dari no. 3 terus ke bawah
6.  Saudara laki-laki dari ayah yang sekandung
7.  Saudara laki-laki dari ayah yang seayah
8.  Anak laki-laki dari no. 6
9.  Anak laki-laki dari no. 7
Bila kesembilan macam wali tersebut di atas tidak ada semua, maka yang menjadi wali dari mempelai wanita adalah penguasa atau hakim yang kemudian disebut dengan “Wali Hakim”.
e.   Muhrim/mahram adalah orang-orang yang tidak boleh /haram dinikahi, mereka adalah :


   Perempuan yang haram untuk dinikahi dengan dua sebab. pertama hurmah mu’abbadah (haram selamanya) dan kedua hurmah mu’aqqatah (haram dalam waktu tertentu).
    Hurmah mu’abbadah terjadi dengan beberapa sebab yakni, kekerabatan, karena hubungan permantuan (mushaharah) dan susuan.

1.   Haram dinikahi karena sebab hubungan keturunan, yaitu :
a)     Ibu kandung, nenek (dari ayah/ ibu) dan terus ke atas
b)     Anak perempuan, cucu, cicit dan seterusnya ke bawah
c)     Saudara perempuan (sekandung, sebapak atau seibu saja)
d)     Saudara perempuan dari bapak
e)     Saudara perempuan dari ibu
f)      Anak perempuan dari saudara laki-laki dan terus ke bawah
g)     Anak perempuan dari saudara perempuan dan terus ke bawah.
2.   Haram dinikahi karena sebab hubungan susuan , yaitu :
a)     Ibu yang menyusui
b)     Saudara perempuan sesusuan
c)  Anak pr dari saudara laki-laki yang sesusuan
d)  Anak pr dari saudara pr yang sesusuan
e)  Bibi susuan (saudari dari ayah susuan)
f)  Saudara ibu susuan
g)  Anak pr susuan (yang menyusu pada istri)

3.  Haram dinikahi karena sebab hubungan perkawinan, yaitu :
a)     Ibu dari istri (mertua)
b)     Istri anak (menantu), baik sudah dicerai apalagi belum
c)     Anak tiri (perempuan) , apabila sudah bercampur dengan ibunya
d)     Istri bapak (ibu tiri), baik sudah dicerai atau belum
e)     Saudara perempuan dari istri dan bibi dari istri (saudara perempuan dari ayah atau ibu istri), kecuali bila sudah bercerai dengan istri.

D.     KEWAJIBAN SUAMI ISTRI
Seorang istri diharuskan menunaikan kewajibannya yang merupakan hak suami demikian pula sebaliknya, sehingga dalam kehidupan suami istri akan terjalin hubungan timbal balik yang baik, dengan kata lain masing-masing harus berupaya untuk menunaikan kewajibannya secara optimal. Dalam Buku Kompilasi Hukum, telah diatur tentang kewajiban suami istri, yang pokok-pokoknya sebagai berikut :
a.   Kewajiban suami
1.   Wajib memberikan nafkah, pakaian dan tempat kediaman serta biaya rumah tangga sehari-hari dan biaya pendidikan anak-anaknya.
2.   Memimpin, memberi perlindungan dan ketenteraman guna terwu­judnya keluarga sakinah, bahagia sejahtera
3.   Bergaul  dengan istri dan anak-anaknya dengan cara yang makr­uf, yaitu sesuai dengan kaidah akhlaqul karimah
4.   Memberikan pendidikan  dan bimbingan  kepada  anak dan istrin­ya untuk selalu bertaqwa dan meningkatkan taqwanya
5.   Memberikan nafkah  dan kediaman  kepada bekas istri selama masa iddah
6.   Kewajiban suami pada istri gugur, apabila istri nusyuz.
Dasar dari kewajiban di atas adalah ayat-ayat Al Qur’an  dan hadis, diantaranya :
الرّجَـال قـوَامُـوْنَ عَلى النّـسَـاء بمـَا فضـل لله بَـعْضهُمْ عَلى بـعْض وَ بمـَا أنـفــقوا منْ أمْوَالهمْ
Artinya : “Kaum laki-laki adalah  pemimpin  bagi  kaum wanita, oleh  karena  Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka . . . “. QS. An Nisa’ : 34
Yang perlu mendapatkan perhatian, bahwa kelebihan laki-laki dari wanita bukan berarti laki-laki lebih mulia dari wanita, akan tetapi karena kelebihan itulah yang menimbulkan kewajiban seperti tersebut di atas.
ياأيــهَا الذينَ ءَامَـنُوْا قُوْا أَنْفُسَكُمْ وَ أًهْلِيْـكُمْ نَارًا.
Artinya : “Hai orang-orang  yang  beriman, peliharalah  dirimu  dan  keluargamu  dari api neraka”. QS. At Tahrim : 6
Sabda Rasulullah saw. :
اتـقـواالله فى النسـاء فانكــــــم اخَذتـمُوهـن بأمانـة الله  واســتحْللـتمْ فـروجـهُـنَ بكلمات الله      رواه مسلم
Artinya : “Takutlah kepada Allah dalam urusan perempuan, sesung­guhnya karena mengambil mereka dengan kepercayaan Allah dan halal mencampuri mereka dengan kalimat Allah dan diwajibkan atas kamu (para suami) memberikan nafkah dan pakaian kepada mereka dengan cara yang baik (sesuai kemampuan)”. HR. Muslim

No comments:

Post a Comment