SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM
IJTIHAD
Dalam segi bahasa Ijtihad berarti usaha yang
keras dan bersungguh-sungguh. Sedangkan dari segi istilah Ijtihad adalah
berusaha menetapkan hukum terhadap masalah yang belum ada ketetapan hukumnya
dalam Al Qur’an dan Al Hadits yang dilakukan dengan secara cermat dan pikiran
yang murni serta berpedoman pada aturan penetapan hukum yang benar.
Rujukan Ijtihad tetap pada Al Qur’an dan Al
Hadits, dalam arti bahwa penetapan hukum Ijtihad tidak boleh bertentangan
dengan ayat-ayat Al Qur’an atau ajaran Rasulullah saw.
Orang yang berijtihad disebut mujtahid, bisa
jadi antara mujtahid yang satu dengan mujtahid lainnya dalam menetapkan perkara
yang belum ada ketentuan hukumnya dalam Al Qur’an akan berbeda dalam memberikan
penetapan hukum. Ada
pendapat yang satu benar dan yang lain salah dan ada pula kedua-duanya justru
benar.
Ijtihad menjadi sumber hukum Islam yang
ketiga, boleh dilakukan oleh siapa saja yang memiliki persyaratan minimal,
seperti memahami mafhum ayat atau hadits, memiliki/menguasai ilmu alat
(seperti nahwu sorof), mengetahui latar belakang suatu ayat atau hadis, luas
pemahamannya terhadap pengetahuan Islam, memiliki loyalitas yang tinggi
terhadap agama dan lain-lain.
Tentang keabsahan Ijtihad sebagai sumber hukum
Islam ketiga, perhatikan dua hadis berikut :
a. Hadis
Nabi saw. ketika Beliau mengutus sahabat Muadz bin Jabal ke Yaman.
Nabi saw. bertanya : dengan apa anda memutus suatu perkara ?
sahabat Muadz menjawab; dengan Kitab Allah swt, bila tidak dijumpai maka
dengan sunnah RasulNya, dan bila tidak menemukan maka saya akan berijtihad
untuk mengambil keputusan sendiri.
Mendenganjawaban sahabat Muadz tersebut, kemudian Nabi saw.
bersabda :
قال
الـحـمـد للــــــــــــــــــــــــه الذى وفق رسـول رسـوْلـه لمــا يــرضـى بـه رسـوْلـهُ
Artinya : Segala
puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada utusan RasulNya, untuk
mendapatkan sesuatu yang disukai oleh Allah dan RasulNya.
b. Hadis
Nabi saw. yang berkaitan dengan tugas kehakiman :
اذا
حكم الحـاكمُ فاجتـهـدَ ثُـمَ اصـابَ فـلـهُ اجـرَان واذا حكم فاجـتهـدَ ثُـمَ
اخـطأ فـلـهُ اجْـرٌ واحِــدٌ. رواه البخارى
مسلم
Artinya : Apabila
hakim memutuskan perkara, kemudian ia melakukan Ijtihad dan ternyata hasilnya
benar, maka ia memperoleh dua pahala. Dan bila hakim memutuskan perkara, lalu
berijtihad ternyata hasil ijtihadnya salah, maka ia memperoleh satu pahala.
HR. Bukhari Muslim.
Ijtihad diterapkan dengan beberapa cara,
antara lain ijmak dan qiyas.
Ijmak adalah kesepakatan para mujtahid pada suatu masa setelah Rasulullah saw.
wafat terhadap suatu masalah hukum (hasil ijtihad satu atau sekelompok ulama),
bila kesepakatan ulama lain itu tidak dinyatakan terang terangan atau ulama
lain tidak memberikan komentar atau hanya diam saja, maka disebut Ijmak Sukuti.
Sedangkan qiyas adalah
menetapkan hukum dengan cara menghubungkan suatu perkara yang sudah ada
ketetapan hukumnya terhadap masalah lain yang dihadapi dan belum ada ketetapan
hukumnya sedang antara keduanya sama-sama memiliki sebab yang bisa
disepadankan.
Dewasa ini Ijtihad bisa dilakukan secara
perorangan dan kelompok, yang dimaksud ijtihad perorangan berarti ijtihad
tersebut hanya digunakan sebagai sumber hukum untuk pribadi atau untuk
kelompok dan orang yang memerlukan tanpa disebarluaskan secara umum.
Sedang
Ijtihad kelompok merupakan ijtihad para ulama yang dilakukan secara musyawarah
penetapan hukum terhadap masalah yang timbul dengan tetap berpedoman pada Al
Qur’an dan Al Hadits.
No comments:
Post a Comment