Thursday, 30 April 2015

KUR 2013.X.2.3 SUMBER HUKUM ISLAM, bagian 3


SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM
IJTIHAD

Dalam segi bahasa Ijtihad berarti usaha yang keras dan bersung­guh-sungguh. Sedangkan dari segi istilah Ijtihad adalah berusaha menetapkan hukum terhadap masalah yang belum ada ketetapan hukumnya dalam Al Qur’an dan Al Hadits yang dilakukan dengan secara cermat dan pikiran yang murni serta berpedoman pada aturan penetapan hukum yang benar.


Rujukan Ijtihad tetap pada Al Qur’an dan Al Hadits, dalam arti bahwa penetapan hukum Ijtihad tidak boleh bertentangan dengan ayat-ayat Al Qur’an atau ajaran Rasulullah saw.

Orang yang berijtihad disebut mujtahid, bisa jadi antara mujtahid yang satu dengan mujtahid lainnya dalam menetapkan perkara yang belum ada ketentuan hukumnya dalam Al Qur’an akan berbeda dalam memberikan penetapan hukum. Ada pendapat yang satu benar dan yang lain salah dan ada pula kedua-duanya justru benar.


Ijtihad menjadi sumber hukum Islam yang ketiga, boleh dilakukan oleh siapa saja yang memiliki persyaratan minimal, seperti mema­hami mafhum ayat atau hadits, memiliki/menguasai ilmu alat (seperti nahwu sorof), mengetahui latar belakang suatu ayat atau hadis, luas pemahamannya terhadap pengetahuan Islam, memiliki loyalitas yang tinggi terhadap agama dan lain-lain.

Tentang keabsahan Ijtihad sebagai sumber hukum Islam ketiga, perhatikan dua hadis berikut :
a.   Hadis Nabi saw. ketika Beliau mengutus sahabat Muadz bin Jabal ke Yaman.
Nabi saw. bertanya : dengan apa anda memutus suatu perkara ? sahabat Muadz menjawab; dengan Kitab Allah swt, bila tidak dijum­pai maka dengan sunnah RasulNya, dan bila tidak menemukan maka saya akan berijtihad untuk mengambil keputusan sendiri.
Mendenganjawaban sahabat Muadz tersebut, kemudian Nabi saw. bersabda :
قال الـحـمـد للــــــــــــــــــــــــه الذى وفق رسـول رسـوْلـه لمــا يــرضـى  بـه رسـوْلـهُ 
Artinya :    Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada utusan RasulNya, untuk mendapatkan sesuatu yang disukai oleh Allah dan RasulNya. 
b.   Hadis Nabi saw. yang berkaitan dengan tugas kehakiman :
اذا حكم الحـاكمُ فاجتـهـدَ ثُـمَ اصـابَ فـلـهُ اجـرَان واذا حكم فاجـتهـدَ ثُـمَ اخـطأ فـلـهُ اجْـرٌ  واحِــدٌ.   رواه البخارى  مسلم
Artinya :    Apabila hakim memutuskan perkara, kemudian ia melakukan Ijtihad dan ternyata hasilnya benar, maka ia memperoleh dua pahala. Dan bila hakim memutuskan perkara, lalu berijtihad tern­yata hasil ijtihadnya salah, maka ia memperoleh satu pahala. HR. Bukhari Muslim.
Ijtihad diterapkan dengan beberapa cara, antara lain ijmak dan qiyas.

Ijmak adalah kesepakatan para mujtahid pada suatu masa setelah Rasulullah saw. wafat terhadap suatu masalah hukum (hasil ijtihad satu atau sekelompok ulama), bila kesepakatan ulama lain itu tidak dinyatakan terang terangan atau ulama lain tidak memberikan komentar atau hanya diam saja, maka disebut  Ijmak Sukuti.


Sedangkan qiyas adalah menetapkan hukum dengan cara menghubungkan suatu perkara yang sudah ada ketetapan hukumnya terhadap masalah lain yang dihadapi dan belum ada ketetapan hukumnya sedang antara keduanya sama-sama memiliki sebab yang bisa disepadankan.


Dewasa ini Ijtihad bisa dilakukan secara perorangan dan kelompok, yang dimaksud ijtihad perorangan berarti ijtihad tersebut hanya digu­nakan sebagai sumber hukum untuk pribadi atau untuk kelompok dan orang yang memerlukan tanpa disebarluaskan secara umum. 

Sedang Ijtihad kelompok merupakan ijtihad para ulama yang dilakukan secara musyawarah penetapan hukum terhadap masalah yang timbul dengan tetap berpedoman pada Al Qur’an dan Al Hadits.

No comments:

Post a Comment