1) Meletakkkan dasar-dasar Politik, Ekonomi dan Sosial untuk
masyarakat Islam. Karena masyarakat Islam telah terwujud, maka Rasulullah SAW
menentukan dasar-dasar yang kuat bagi masyarakat Islam yang baru terwujud itu,
baik dalam bidang politik, ekonomi, social maupun yang lainnya. Hal ini
disebabkan karena dalam periode perkembangan agama Islam di Madinah inilah
telah turun wahyu Allah SWT yang mengandung perintah berzakat, berpuasa, dan
hukum-hukum yang bertalian dengan pelanggaran atau larangan, jinayat (pidana)
dan lain-lain. Dengan ditetapkannya dasar-dasar politik, ekonomi, social dan
lainnya, maka semakin teguhlah bentuk-bentuk masyarakat Islam, sehingga semakin
hari pengaruh agama Islam di kota Madinah semakin bertambah besar.
2) Memelihara dan mempertahankan masyarakat Islam. Jumlah
orang-orang yang mengakui kerasulan Muhammad SAW bertambah dengan amat cepat,
sehingga dalam waktu yang sangat singkat kekuatan Islam sudah mulai
diperhitungkan oleh orang-orang yang tidak menyukainya. Ada tiga kekuatan yang
secara nyata memusuhi agama baru ini yaitu : orang-orang Yahudi, orang-orang
munafik, dan orang-orang Quraiys dengan sekutunya.
a) Rongrongan Kaum Yahudi.
Orang
Yahudi sejak sebelum masehi sudah hidup di Madinah, mereka terdiri dari 3 suku
yaitu Bani Qainuqa, Bani Quraidhah dan Bani Nadzir. Mereka semua mempercayai
akan kedatangan nabi akhir zaman sebagaimana dijelaskan dalam kitab suci
mereka. Akan tetapi ketika nabi yang ditunggu-tunggu itu datang, mereka
mengingkarinya karena mereka menduga dan menghendaki bahwa nabi yang
ditunggu-tunggu itu berasal dari golongan mereka yaitu keturunan Israel.
Apalagi setelah bangsa Arab memeluk agama Islam mendahului mereka. Kekecewaan
mereka sudah tak bias disembunyikan lagi. Lihat Q.S. Al-Baqoroh : 89. Mereka
memang pernah mengikat perjanjian dengan kaum muslimin, akan tetapi tidak
dilandasi dengan ketulusan hati yang jujur dan mereka mengira bahwa kaum
muslimin adalah kelompok yang lemah yang tidak akan mampu menghadapi kekuatan
kafir Quraiys. Mereka terkejut ketika Rasulullah SAW dan para pengikutnya
berhasil memporak-porandakan tentara Quraiys dalam perang Badar 17 Ramadhan 2
H.
b) Rongrongan orang-orang Munafik.
Keberadaan
orang-orang munafik tidak bisa di abaikan begitu saja sebagai ancaman yang
sangat membahayakan. Pengaruh mereka memang tidak begitu besar, namun apabila
dibiarkan bisa menimbulkan malapetaka yang merugikan perjuangan umat Islam.
Sekalipun mereka mengaku beriman kepada Rasulullah SAW, namun acap kali mereka
menghalang-halangi orang lain masuk Islam. Ketika Rasulullah SAW bersiap
menghadapi perang Uhud, kaum munafik keluar dari barisan yang dipersiapkan atas hasutan Abdullah bin Ubai, pemimpin
mereka. Mereka juga mengadakan hubungan baik dengan kaum Yahudi dan pernah
menjanjikan bantuan kepada Bani Quraidhah sewaktu yang disebut terakhir ini
menghianati kaum muslimin.
c) Rongrongan kafir Quraisy dan sekutunya.
Sikap
permusuhan kafir Quraiys terhadap Islam tidak berhenti dengan kepindahan
Rasulullah SAW dan para sahabatnya ke Madinah. Atas sikap mereka itu Allah SWT
menurunkan ayat yang mengizinkan umat Islam mengangkat senjata untuk membela
diri, karena mereka sungguh dianiaya (biannahum dzulimu), lihat Q.S. Al-Ahzab :
39-40. Ini adalah ayat pertama yang diturunkan oleh Allah SWT mengenai perang.
Ayat ini menjadi alasan bagi Rasulullah SAW untuk membentuk pasukan yang
dipersiapkan untuk terjun ke medan pertempuan. Pasukan yang pertama dibentuk
adalah untuk berjaga-jaga menghadapi serangan dari suku-suku Badui dan kafir
Quraiys serta sekutunya.
Orang
yang boleh diperangi adalah orang yang telah merampas hak, baik harta maupun
jiwa dan menghalangi untuk beriman kepada Allah SWT dan melaksanakan ajarannya
(lihat Q.S. Al-Baqoroh : 190-191). Perang sebagai jawaban atas permusuhan kafir
Qurisy terjadi pertama kali dilembah Badar pada tanggal 17 Ramadhan 2 H. Dalam
Al-Qur’an peristiwa ini disebut dengan yaumul furqon, yakni hari pemisah antara
yang hak dan yang bathil. Kendatipun pasukan Islam jauh lebih kecil (sekitar
300 orang) namun berhasil meraih kemenangan dari pasukan kafir Quraiys yang
jumlahnya sekitar 1000 orang. Hal ini membuat orang-orang Yahudi geram dan
kecewa. Mereka mulai menunjukkan sikap tidak bersahabat dengan orang muslim dan
berusaha menusuk dari belakang. Sementara itu kafir Quraiys berusaha membalas
kekalahan dengan mempersiapkan 3000 pasukan dengan perbekalan dan persenjataan
yang lengkap berangkatlah menuju kota Madinah. Turut ambil bagian dalam pasukan
kafir ini adalah suku Arab Tihamah, Kinanah, Bani Harist, Bani Haun dan Bani
Musthaliq. Pada bulan Sya’ban 3 H terjadilah perang Uhud, dalam peperangan ini
kaum muslimin menderita kekalahan akibat keluarnya sebagian pasukan muslimin
yang diprovokasi oleh orang munafik bernama Abdullah bin Ubay sehingga kaum
muslimin yang berjumlah 1000 orang tinggal kurang lebih dua pertiganya.
Dalam
peperangan ini dari kaum muslimin yang gugur sebagai syuhada 70 orang, termasuk
paman Nabi SAW yang bernama Hamzah bin Abdul Muthalib. Kesempatan ini membuat
kesempatan orang Yahudi bani Nadzir untuk menghancurkan kaum muslimin. Mereka
berusah membunuh Rasulullah SAW, namun
gagal sehingga mereka di usir dari Madinah. Pada bula syawal 5 H kurang lebih
14.000 tentara kafir termasuk 4000 kafir Quraiys di bawah pimpinan Abu Sofyan
menyerbu Madinah. Menghadapi serbuan ini Rasulullah SAW memilih bertahan di
kota. Atas saran Salman Al-Farisi kaum muslimin membuat parit-parit di setiap
lorong untuk masuk ke kota Madinah.
Tidak
ada pilihan lain bagi kafir untuk mengepung kota Madinah. Akan tetapi setelah
25 hari pengepungan, perasaan jenuh mulai muncul terutama pada
kelompok-kelompok yang tidak mempunyai kepentingan karena yang jelas punya
kepentingan adalah kaum kafir dan orang Yahudi. Pada saat yang sama seorang
pemimpin Arab Nu’aim bin Mas’ud menghadap Rasulullah SAW dan menyatakan masuk
Islam. Tepat pada saat yang menyulitkan kaum muslimin, datanglah badai padang
pasir yang mematikan disertai hujan lebat yang menyapu bersih kemah dan perbekalan mereka (lihat Al-Ahzab : 9).
Akhirnya terpaksa mereka kembali dan menyelamatkan diri tanpa membawa apa-apa
(lihat Al-Ahzab : 25). Perang ini dikenal dengan nama perang Khandaq, karena
kaum muslimin menggunakan parit (khandaq) untuk pertahanan mereka. Dikenal pula
dengan sebutan perang Ahzab karena musuh yang menyerang madinah terdiri dari
berbagai golongan yang bersekutu (Al-Ahzab).
Dalam
perang ini gugur 6 sahabat Rasululllah SAW termasuk Sa’ad bin Muadz, mereka
gugur sebagai syuhada. Demikian kaum muslimin mempertahankan diri dan serangan
yang dilakukan tetap tidak keluar dari kerangka mempertahankan diri.
Fase perjuangan setelah Perang Ahzab.
Pada
bulan Dzulqo’dah 6 H Rasulullah SAW beserta 10.000 orang sahabatnya berangkat
ke Makkah untuk menunaikan umroh dan haji. Mereka sudah mengenakan pakaian
ihrom sejak berangkat dan membawa hewan-hewan yang akan disembelih di Mina agar
tidak dicurigai oleh kaum Quraisy. Akan tetapi kafir Quraisy tidak menghendaki
kaum muslimin memasuki kota Makkah, karena apapun alasannya berarti itu
kemenangan bagi kaum muslimin. Oleh karena itu kafir Quraiys mengirim pasukan
di bawah pimpinan Khalid bin Walid untuk menghadang kaum muslimin. Kaum
muslimin dapat menghidari pertemuan dengan pasukan Khalid bin Walid dengan
menempuh jalan lain, sehingga ketika masuk bulan haram mereka sudah sampai di
Hudaibiyah, beberapa mil dari kota Makkah. Rasulullah SAW bermusyawrah dengan
para sahabatnya kemudian mengutus Usman bin Affan untuk menemui kaum kafir
Quraisy guna menyampaikan maksud kedatangan mereka ke Makkah. Akan tetapi Usman
bin Affan malah di tahan oleh mereka dan muncul desas desus bahwa Usman mau di
bunuh. Rasulullah SAW dengan para sahabatnya mengadakan sumpah setia untuk
berperang sampai tercapai kemenangan. Sumpah setia ini terkenal dengan nama
Baiah Ar-Ridwan (sumpah yang diridhai Allah SWT). Sumpah ini menggetarkan nyali
kaum musyrikin Quraiys sehingga Usman bin Affan dibebaskan dan mereka mengutus
Suhail bin Amr untuk mengadakan perjanjian dengan kaum muslimin. Perjanjian
inilah yang kemudian terkenal dengan nama Perjanjian Hudaibiyah yang pokok-pokok
isinya antara lain :
a) Segala permusuhan kedua belah fihak dihentikan selama 10
tahun.
b) Setiap orang Quraiys yang datang kepada kaum muslimin
tanpa seijin walinya harus di tolak dan dikembalikan.
c) Setiap orang Islam yang menyerahkan diri kepada fihak Quraiys
tidak akan dikembalikan.
d) Setiap kabilah yang ingin bersekutu dengan kaum Quraiys
maupun dengan kaum muslimin tidak boleh dihalang-halangi oleh salah satu fihak.
e) Kaum muslimin tidak boleh memasuki kota Makkah pada tahun
itu, namun diberi kesempatan pada tahun berikutnya dengan syarat tidak membawa
senjata kecuali pedang dalam sarungnya dan tidak boleh tinggal di Makkah lebih
dari 3 hari.
Dalam
peristiwa ini Rasulullah SAW menunjukkan kemampuannya sebagai seorang politikus
yang pandai berdeplomasi. Perjanjian ini menunjukkan pengakuan Quraiys terhadap
eksistensi kaum muslimin dan ini berarti kemenangan bagi umat Islam. Sepintas
lalu perjanjian tersebut memang berat sebelah dan merugikan kaum muslimin. Akan
tetapi selama gencatan senjata banyak tokoh Qurays yang masuk Islam seperi
Kholid bin Walid, Amr bin Ash dan Usman bin Thalhah. Selama genjatan senjata
berlangsung, Rasulullah SAW mulai mendakwahkan Islam kepada kabilah-kabilah
Arab lainnya, dan mengirimkan surat kepada Kaisan Romawi, Kisra Persia, Gubernur
Yaman, Kaisan Habsyi, Gubernur Ghassaniah (Basro di bawah kekuasaan Romawi) dan
gubernur Mesir. Kisra dari Persia dengan
keangkuhannya merobek-robek surat dari Rasulullah SAW dan menghina serta
mengusir pembawanya. Dalam pada itu Harits bin Umar yang di utus Rasulullah SAW
kepada Gubernur Ghassaniyah di tolak dengan kasar dan kemudian di bunuh.
Penghinaan yang dilakukan Gubernur Ghassaniyah dan pembunuhan atas Harits bin
Umar memicu berkorbannya perang Mu’tah. Dalam perang ini panglima muslim Zaid bin
Haritsah gugur sebagai syahid. Kepemimpinannya dilanjutkan oleh Abdullah bin
Ruwahah namun iapun gugur. Demikian pula Ja’far bin Abi Thalib yang
menggantikan Abdullah gugur di tangan tentara Romawi. Khalid bin Walid yang
tampil menggantikan Ja’far, dengan naluri seorang panglima berpengalaman
memberi komando kepada pasukannya supaya mundur dan kembali ke Madinah. Ini
terjadi pada tahun 8 H. Peristiwa ini menyadarkan kepada kaum muslimin bahwa di
utara ada musuh yang tidak bisa di remehkan. Pada tahun ketika terjadi perang
Mu’tah orang-orang Quraiys membantu sekutu mereka Bani Bakar yang berselisih
dengan Bani Khuza’ah (sekutu kaum muslimin).
No comments:
Post a Comment