Friday 1 May 2015

KUR 2013.XI.1.1 AL QUR'AN 3, bagian 3

AL QUR'AN TENTANG
TAAT ATURAN, TANGGUNG JAWAB, KOMPETITIF DALAM KEBAIKAN DAN KERJA KERAS
KOMPETENSI DASAR

1.1       Terbiasa membaca al-Qur’an dengan meyakini bahwa taat pada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan etos kerja sebagai perintah agama
2.1       Bersikap taat aturan, tanggung jawab, kompetitif dalam kebaikan dan kerja keras sebagai implementa-si dari pemahaman Q.S. al Maidah/5: 48; Q.S. an-Nisa/4: 59; dan Q.S. at-Taubah /9: 105 serta Hadis yang terkait
3.1       Menganalisis makna Q.S. al Maidah/5: 48;Q.S. an-Nisa/4: 59; dan Q.S. at Taubah /9: 105, serta hadis tentang taat pada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan etos kerja
Indikator Pencapaian Kompetensi       :
3.1.1      Siswa mampu menganalisis kandungan Q.S. al Maidah/5: 48; Q.S. an-Nisa/4: 59; dan Q.S. at Taubah /9: 105;
3.2.1      Siswa memahami isi kandungan surat al Maidah/5: 48; Q.S. an-Nisa/4: 59; dan Q.S. at-Taubah /9: 105, terkait taat kepada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan bekerja keras
3.2.1      Siswa dapat menyimpulkan kandungan al Maidah/5: 48; Q.S. an-Nisa/4: 59; dan Q.S. at-Taubah /9: 105, terkait taat kepada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan bekerja keras
TUJUAN PEMBELAJARAN
1.     Siswa mampu menganalisis Q.S. Al-Maidah (5) : 48; an-Nisa/4: 59; dan Q.S. at-Taubah /9: 105; serta hadits tentang taat, kompetisi dalam kebaikan, dan etos kerja.
2.     Memahami makna taat kepada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan bekerja keras.

A.    KANDUNGAN SURAT AL MAIDAH 48
Prof. Dr. HM.QuraishShihab, dalam tafsirnya Al Mishbah menjelaskan panjang lebar terkait QS Al Maidah ayat 48 ini, yang dapat disimpulakan :
a.     Bahwa setelah Al Qur’an berbicara tentang kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa as. dan Injil kepada Nabi Isa as. kini ayat ini berbicara tentang Al Kitab (Al Qur’an) yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul terakhir Nabi Muhammad saw. yakni kitab yang hak dalam kandungannya, cara turunnya maupun Yang menurunkan, yang mengantarnya turun dan yang diturunkan kepadanya.
Al Qur’an berfungsi membenarkan ajaran kitab sebelumnya dan menjadi tolok ukur kebenaran terhadapnya, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan lewat Al Qur’an maupun Hadis dan juga wahyu yang diturunkan pada Nabi/ Rasul terdahulu yang masih murni. dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.
b.     Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan yang merupakan sumber menuju kebahagiaan yang abadi dan jalan yang terang. Allah swt. menjadikan syariat yang datang kepada Nabi Muhammad saw. membatalkan semua syariat yang lalu
c.     Sekiranya Allah menghendaki hai umat, niscaya kamu hai umat Musa dan Isa, umat Islam dan umat-umat lain sebelum itu, dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah swt. tidak menghendaki itu, karena Dia hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu yaitu satu syariat Islam yang berlaku sampai akhir zaman dan melalui syariat Islam maka berlomba-lombalah dengan sunguh-sungguh berbuat aneka kebajikan.
Dan janganlah memperdebatkan perbedaan dan perselisihan antara kamu dengan selain kamu, karena pada akhirnya hanya kepada Allah-lah semua kamu hai manusia akan kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.

B.     KANDUNGAN SURAT AN NISA’ 59
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah An Nisaa' 59
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Pada ayat ini Allah memerintahkan supaya kaum muslimin taat dan patuh kepada Nya, kepada rasul Nya dan kepada orang yang memegang kekuasaan di antara mereka untuk dapat terciptanya kemaslahatan umum. Untuk kesempurnaan pelaksanaan amanat dan hukum sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, hendaklah kaum muslimin:
a.   Taat dan patuh kepada perintah Allah dengan mengamalkan isi Kitab suci Alquran, melaksanakan hukum-hukum yang telah ditetapkan Nya, sekalipun dirasa berat, tidak sesuai dengan keinginan dan kehendak pribadi. karena apa yang diperintahkan Allah itu mengandung maslahat dan apa yang di larang Nya mengandung mudarat.
b.   Melaksanakan ajaran-ajaran yang dibawa Rasulullah saw pembawa amanat dari Allah SWT untuk dilaksanakan oleh segenap hamba Nya. Beliau ditugaskan untuk menjelaskan kepada manusia isi Alquran.
Allah SWT berfirman:
وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: "Dan Kami turunkan kepadamu Alquran agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka" (Q.S. An Nahl: 44)
c.   Patuh kepada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan ulil `amri yaitu orang-orang yang memegang kekuasaan di antara mereka. Orang-orang yang memegang kekuasaan itu meliputi: pemerintah, penguasa, alim ulama dan pemimpin-pemimpin. Apabila mereka telah sepakat dalam suatu hal, maka kaum muslimin berkewajiban melaksanakannya dengan syarat bahwa keputusan mereka tidak bertentangan dengan isi Kitab Alquran. Kalau tidak demikian halnya, maka kita tidak wajib melaksanakannya, bahkan wajib menentangnya, karena tidak dibenarkan seseorang itu taat dan patuh kepada sesuatu yang merupakan dosa dan maksiat pada Allah SWT.
Nabi Muhammad saw bersabda:
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِيْ مَعْصِيَةِ اللهِ
Artinya: "Tidak (dibenarkan) taat kepada makhluk di dalam hal-hal yang merupakan maksiat kepada Khalik (Allah SWT)"
d.   Kalau ada sesuatu yang diperselisihkan dan tidak tercapai kata sepakat atasnya, maka wajib dikembalikan kepada Quran dan hadis. Kalau tidak terdapat di dalamnya haruslah disesuaikan dengan (dikiaskan kepada) hal-hal yang ada persamaan dan persesuaiannya di dalam Alquran dan Sunah Rasulullah saw. Tentunya yang dapat melakukan qias seperti yang dimaksud di atas ialah orang-orang yang berilmu pengetahuan, mengetahui dan memahami isi Alquran dan Sunah Rasul.
Demikianlah hendaknya dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhirat.
Sabab an-Nuzûl
Diriwayatkan al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Tirmidzi, al-Nasa’i, Ibnu Jarir, Ibnu Mundzir, Ibnu Abi Hatim, al-Baihaqi dalam Ad-Dalâil dari jalur Said bin Jubair dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abdullah bin Hudzafah bin Qais bin ’Adi, ketika dia diutus Rasulullah saw. dalam sebuah sariyah (perang).1

Tafsir Ayat
Surat An Nisa ayat 159 ini ditujukan kepada seluruh kaum Mukmin.
Pertama: perintah untuk menaati Allah Swt., yakni menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.2  Kata ath-thâ’ah berarti al-inqiyâd (ketundukan).3 Maksud menaati Allah Swt. di sini adalah mengikuti al-Quran.
Kedua: perintah menaati Rasulullah saw. Rasulullah saw. diutus dengan membawa risalah dari Allah Swt. yang wajib di taati. Karena itu, menaati Rasulullah saw. sama dengan menaati Zat Yang mengutusnya, Allah Swt. (lihat QS an-Nisa’ [4]: 64, 80).
Kendati menaati Rasulullah saw. paralel dengan menaati Allah Swt., dalam ayat ini kedua-duanya disebutkan. Hal itu menunjukkan perbedaan obyek yang ditunjuk. Menaati Allah Swt. menunjuk pada Kitabullah; menaati Rasulullah saw. menunjuk pada as-Sunnah. Keduanya—meskipun sama-sama wahyu dari Allah Swt. yang wajib ditaati—berbeda. Al-Quran lafalnya dari Allah Swt.;  as-Sunnah lafalnya dari Rasulullah saw. sendiri.
Ketiga: perintah menaati ulil amri. Para mufassir berbeda pendapat mengenai makna istilah tersebut. Oleh sebagian mufassir, ulil amri dimaknai sebagai ulamâ’. Jabir bin Abdullah, Ibnu Abbas dalam suatu riwayat, al-Hasan, Atha’ dan Mujahid termasuk yang berpendapat demikian. Mereka menyatakan, ulil amri adalah ahli fikih dan ilmu.
Pendapat lain menyatakan, ulil amri adalah umarâ’ atau khulafâ’. Menurut Ibnu ’Athiyah dan al-Qurthubi, ini merupakan pendapat jumhur ulama.
Di antara yang berpendapat demikian adalah Ibnu Abbas dalam suatu riwayat, Abu Hurairah, as-Sudi,  dan Ibnu Zaid;6 juga ath-Thabari, al-Qurthubi, az-Zamakhsyari, al-Alusi, asy-Syaukani, al-Baidhawi, dan al-Ajili.7 Said Hawa juga menyatakan, ulil amri adalah khalifah; yang kepemimpinannya terpancar dari syura kaum Muslim; urgensinya untuk menegakkan al-Kitab dan as-Sunnah. Kaum Muslim wajib menaatinya beserta para amilnya dalam hal yang makruf.8
Tampaknya pendapat jumhur lebih dapat diterima. Dari segi sabab nuzulnya, ayat ini turun berkenaan dengan komandan pasukan. Ini berarti, topik yang menjadi obyek pembahasan ayat ini tidak terlepas dari masalah kepemimpinan. Telah maklum, pemimpin tertinggi kaum Muslim adalah khalifah. Dialah Amirul Mukminin yang memiliki kewenangan untuk mengangkat para pemimpin di bawahnya, termasuk panglima perang dan komandan pasukan.
Alasan lainnya, banyak hadis Nabi saw. yang mewajibkan kaum Muslim menaati khalifah atau pemimpin. Di antaranya adalah sabda Rasulullah saw.:
السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ
Mendengar dan menaati seorang (pemimpin) yang Muslim adalah wajib, baik dalam perkara yang disenangi atau dibenci, selama tidak diperintahkan untuk maksiat. (HR al-Bukhari, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ahmad dari Ibnu Umar ra).
Keterkaitan antara ketiganya (Allah Swt., Rasulullah saw, dan umara) juga disebutkan dalam hadis Nabi saw. berikut:
مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعِ اللهَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللهَ، مَنْ أَطَاعَ اْلأَمِيْرَ فَقَدْ أَطَاعَنِي، وَمَنْ عَصَى اْلأَمِيْرَ فَقَدْ عَصَانِي
Siapa saja yang menaatiku, sesungguhnya dia telah menaati Allah. Siapa saja yang bermaksiat kepadaku, sesungguhnya dia telah bermaksiat kepada Allah. Siapa saja yang menaati pemimpin, sesungguhnya dia telah menaatiku. Siapa saja yang bermaksiat kepada pemimpin, sesungguhnya dia telah bermaksiat kepadaku. (HR Ibnu Abi Hatim dari Abu Hurairah).
Nash-nash di atas menunjukkan bahwa kaum Muslim diwajibkan untuk menaati pemimpinnya. Hanya saja, sebagaimana ditegaskan dalam hadis di atas, perkara yang diperintahkan oleh pemimpin itu tidak boleh melanggar syariah. Jika melanggar syariah maka tidak boleh ditaati. Rasulullah saw. bersabda:
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
Tidak boleh ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah ‘Azza wa Jalla. (HR Ahmad dari Ali ra).
Menurut as-Sa‘di, bisa jadi inilah rahasia dihilangkannya frasa athî’û pada perintah untuk menaati ulil amri dan disebutkannya kata tersebut pada perintah untuk menaati Rasul. Artinya, Rasulullah saw. tidak memerintahkan kecuali ketaatan kepada Allah. Karena itu, siapa saja yang menaati Beliau berarti sama dengan menaati Allah Swt. Adapun kepada ulil amri, perintah taat itu disyaratkan tidak dalam perkara maksiat.9

                        
C.     KANDUNGAN SURAT AT TAUBAH 105
Dalam tafsir Ibnu Kasir dijelaskan :
a.   Mujahid berkata, “ini adalah ancaman dari Allah Ta’ala terhadap orang-orang yang menyelisihi perintahNya, bahwasanya amalan mereka akan dihadapkan kepadaNya, Rasul dan kaum mukminin. Hal itu bukanlah sesuatu yang mustahil pada hari kiamat, sebagaimana firman Allah Ta’ala : (arti al-Haaqqah : 18) Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah).
b.   Sungguh telah ada riwayat bahwa amalan orang yang masih hidup ditampakkan kepada orang-orang yang telah meninggal dunia dari kalangan keluarga dan kerabatnya di alam barzakh. Seperti yang dikatakan oleh Abu Dawud ath-Thayalisiy, Shalat bin Dinar telah menceritakan kepada kami, dari al-Hasan, dari Jabir bin ‘Abdillah, dia berkata, Rasulullah shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya amal-amal kalian akan ditampakkan kepada keluarga dan kerabat kalian di alam kubur, apabila amalan baik maka mereka akan bergembira dengannya, dan apabila tidak baik maka mereka akan berkata, “Ya Allah, ilhamkan pada mereka beramal taat kepadaMu.”[2]
c.     Imam Ahmad berkata, Abdur Razzaq mengabarkan kepada kami, dari Sufyan, dari seseorang yang mendengar Anas berkata, Nabi shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :“Sesungguhnya amal-amal kalian akan ditampakkan kepada keluarga dan kerabat kalian yang telah meninggal dunia, bila amalan baik maka mereka bergembira dengannya, bila sebaliknya maka mereka berkata : Ya Allah, jangan matikan mereka sampai Engkau berikan hidayah pada mereka sebagaimana Engkau telah memberi hidayah kepada kami.”
d.    Dalam riwayat lain yang serupa dengannya, Imam Ahmad berkata, Yazid telah menceritakan kepada kami, Humaid telah menceritakan kepada kami, dari Anas bahwa Rasulullah shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda“Kalian jangan takjub dengan seseorang sehingga kalian melihat bagaimana akhir hidupnya. Sesungguhnya seseorang beramal pada suatu masa dari hidupnya dengan amalan shalih, yang jika dia mati dalam keadaan itu tentu dia masuk surga, kemudian dia berubah beramal dengan amalan keburukan. Dan sesungguhnya seseorang beramal keburukan pada satu masa dari kehidupannya, yang jika dia mati dalam keadaan tersebut tentu dia masuk neraka, kemudian dia berubah melakukan amal kebajikan. Jika Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba maka Dia akan mepergunakannya sebelum matinya. Mereka bertanya, Wahai Rasulullah, bagaimana Dia mempergunakannya? Beliau bersabda, Dia menunjukinya untuk beramal shalih, kemudia dicabut nyawanya dalam keadaan tersebut.”[5] (Imam Ahmad bersendirian dari sisi ini).
                         
D.    KESIMPULAN
Dari kandungan di atas dapat ditari kesimpulan :
1.   Untuk setiap ummat dan masa Allah swt. menurunkan syariat (agama) sesuai kondisi saat itu, demikian pula pada zaman akhir Allah swt menurunka syariat Yang berlaku sampai akhir zaman.
2.   Umat Islam harus selalu berlomba-lomba dan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk dapat meraih yang terbaik menurut kacamata Agama Islam, baik dalam kaitannya dengan kehidupan kini maupun kelak di akhirat
3.   Jalan selamat sesuai tuntunan Islam telah terpampang, persoalannya apakah manusia akan memilih dan bersungguh-sungguh meraihnya apa tidak.
Dalam kaitan ini Imam Al Ghazali menyatakan, hanya ada 3 nasib yang harus dipilih salah satunya dan diperjuangkan untuk meraihnya, yaitu :
a.    Bahagia dunia akhirat
b.    Bahagia di salah satunya
c.     Celaka dunia akhirat.

Pilih dan Berjuanglah !

No comments:

Post a Comment