Tuesday 9 June 2015

KUR 2013.X.1.2 ASMAAUL HUSNA, bagian 3



IMAN KEPADA ALLAH SWT
Diantara “Asmaul Husna” diatas hanya 7 yang akan dibahas disini yaitu :



6.   Al Mukminu ( المؤمن ) = Maha Pengaman
AlLAH swt. Pemberi Keamanan / Pemelihara keamanan, siapa yang bersalah dari makhlukNya itu benar-benar akan diberi siksa, sedang kepada yang taat akan benar-benar dipenuhi janjiNya dengan pahala yang baik.
Diantara fitroh manusia adalah ingin mendapatkan rasa aman lahir bathin, dan tiada yang dapat memberi dan menjaminnya selain Allah swt. bahkan Ia dapat memberikan rasa aman dunia akhirat. Jika seseorang betul-betul menginginkannya dan bermohon dengan sungguh-sungguh, niscaya akan medapatkannya dari Allah swt.
Sebab Allah swt. juga tempat hamba memohohon dan mengantungkan diri. (lihat surat Al Fatichah dan surat Al Ikhlash)
هُوَ اللهُ الَّذِي لاإِلَـهَ إِلاهُوَ الْمَــــلِكُ الْقُدُّوسُ السَّـلامُ الْمُــؤْمِنُ الْمُـهَـيْــمِـنُ الْعَزِيْـزُ الْجَـبَّارُ الْمُتَـكَــبِّرُ سُبْحَانَ اللهِ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ. الحـشر : 23
Artinya   : Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang mereka persekutukan. QS Al Hasyr : 23

29. Al Adlu (Maha Adil)
Allah swt. Maha Adil dalam memandang makhlukNya. Adil bisa diartikan menempatkan sesuatu pada tempatNya, contohnya ialah keadilan Allah swt. dalam menempatkan mata di wajah manusia. Tempat mata di wajah sudah cocok untuk manusia, seandainya mata berada di kaki, maka manusia akan banyak mengalami kesulitan bila akan melihat atau berbuat sesuatu.
Allah swt. Dzat yang maha adil, Dia maha adil dalam memberikan hukuman pada hambanya yang bersalah, tanpa pilih kasih sekecil apapun dosa itu akan mendapat balasannya, begitu pula dengan ibadah.
فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ, وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
Artinya   : Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun (sekecil apapun), niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. Az Zalzalah 7-8
                       
DIALAH Yang Memiliki keadilan yang bersifat Mutlak. Keadilan lawan dari kezaliman yang menyebabkan penderitaan, kerusakan dan sakit hati, sedangkan keadilan menjamin adanya kedamaian keseimbangan, kesetaraan dan keselarasan. Allah yang Maha Adil adalah musuh orang orang yang zalim.
Apa yang di perbuat Allah adalah sesuatu yang adil, karena Allah Maha Melihat yang telah dan akan terjadi di kemudian hari yang nyata atau yang tersembunyi. Disamping itu, dialah yang Maha Mengetahui, Yang Maha Pengasih, Yang Maha Penyayang, semua yang diciptakan NYA adalah untuk membuat hambaNya lebih bersyukur atas segala yang kita miliki dan yang terjadi kepada diri kita. Allah mengetahui apa yang terbaik bagi mahluk NYA, dan hanya Allah yang mengetahui nasib hambaNya, perwujudan dari nasib itu adalah keadilan NYA.
Allah swt. secara adil memerintahkan sholat kepada semua manusia tanpa pandang bulu, laki-laki atau perempuan, berpangkat maupun orang melarat. Perhatikan QS. An Nahl : 90.
إنَّ  الله يَـأمُـرُ  بالعَــدْل وَ الإحْـسَان.
Artinya :   “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan.
                                                                       

42. Al-Kariim ( الكريم ) Maha Pemurah
AlLAH swt. Maha mulia tanpa cacat dan memberi siapa pun tanpa diminta atau sebagai penggantian dan sesuatu pemberian.
Al-Karim adalah salah satu dari Asma-ul-Husna. Nama ini memberi pengertian istimewa tentang Allah swt. Al-Karim bermaksud:

Al-Karim adalah salah satu dari Asma-ul-Husna. Nama ini memberi pengertian istimewa tentang Allah swt. Al-Karim bermaksud:
  1. Allah swt. Maha Pemurah.
  2. Allah swt. memberi tanpa diminta.
  3. Allah swt. memberi sebelum diminta.
  4. Allah swt. memberi apabila diminta.
  5. Allah swt. memberi bukan karena permintaan, tetapi cukup sekadar harapan, cita-cita dan angan-angan hamba-hamba-Nya. Dia tidak mengecewakan harapan mereka.
  6.  Allah swt. memberi lebih baik dari apa yang diminta dan diharapkan oleh para hamba-Nya.
  7. Allah Yang Maha Pemurah tidak kedekut dalam pemberian-Nya. Tidak dikira berapa banyak diberi-Nya dan kepada siapa Dia memberi.
8.  Paling penting, demi kebaikan hamba-Nya sendiri, Allah swt. memberi dengan bijaksana, dengan cara yang paling baik, masa yang paling sesuai dan paling bermanafaat kepada si hamba yang menerimanya.
Sekiranya manusia mengenali al-Karim niscaya permintaan, harapan dan angan-angannya tidak tertuju kepada yang lain melainkan hanya kepada-Nya. Allah al-Karim menciptakan makhluk dengan kehendak-Nya tanpa ada kaitan dengan sebarang permintaan, cita-cita atau harapan sesiapa pun. Dia menentukan dan menetapkan hukum pada setiap kejadian-Nya dengan kehendak-Nya juga. Dia menyediakan segala keperluan makhluk-Nya dan mempermudah makhluk-Nya memperoleh rizki masing-masing dengan kehendak-Nya juga. Tidak ada sesuatu yang campur tangan dalam segala urusan-Nya termasuk dalam membahagiakan makhluk-Nya.
Al-Quran mengingatkan manusia supaya mengenang nikmat kebaikan dan kemurahan Allah al-Karim.
فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?. QS Ar Rohman :34
Ayat di atas diulang sebanyak 31 kali dalam satu saja yaitu surah ar-Rahman.
Ya Tuhanku! Tidak ada sesuatu pun dari kurnia Engkau, ya Rabbana, yang dapat kami dustakan.
Tirulah sikap Nabi Ibrahim a.s yang sentiasa bergantung kepada al-Karim dan tidak kepada yang lainNya. Beliau a.s menolak pertolongan yang ditawarkan oleh malaikat Jibrail a.s. karena beliau yakin bahwa Allah swt. tidak akan membiarkannya.
Kami berfirman: “Hai api, jadilah engkau sejuk serta selamat sejahtera atas Ibrahim!”. ( Ayat 69 : Surah Anbiyaa’ )
Allah s.w.t, al-Karim, menerima penyerahan penuh Nabi Ibrahim a.s dan Dia melindungi hamba-Nya yang bertawakal itu.



52. Al-Wakiil: ( الوكيل ) Yang Maha Mewakili/Memelihara
Allah swt. Itu Mewakili / Maha Memelihara penyerahan, yakni memelihara semua urusan hamba-hambaNya dan apa-apa yang menjadi keperluan mereka itu. Lebih-lebih bagi hambaNya yang betul percaya dan yakin kepadaNya.
الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung". QS Ali Imron :173
وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ وَكِيلاً. الأحزاب: ٣
Dan bertawakkallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pemelihara.
Terkait Al Wakil ini, dalam buku Menyingkap tabir Ilahi oleh Prof. Dr. M Quraish Shihab, antara lein dijelaskan :
Allah Swt yang kepada-Nya diwakilkan segala persoalan, adalah Yang Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Bijaksana, dan segala Maha yang mengandung makna pujian yang wajar untuk-Nya. Manusia, sebaiknya memiliki keterbatasan-keterbatasan dalam segala hal. Kalau demikian “perwakilan” yang diserahkan kepada-Nya berbeda dengan perwakilan manusia kepada manusia yang lain.
Dalam hal menjadikan Allah Swt sebagai “wakil”, maka manusia masih tetap dituntut untuk melakukan sesuatu yang berada dalam batas kemampuannya. Allah, jangan dibiarkan bekerja sendiri selama masih ada upaya yang dapat dilakukan manusia.
Kata “tawakkal” yang juga berakar kata sama dengan “wakil, bukanya berarti penyerahan secara mutlak kepada Allah, tetapi penyerahan tersebut harus didahului dengan usaha manusiawi. Seorang sahabat Nabi menemui beliau di masjid tanpa terlebih dahulu menambatkan untanya. Ketika Nabi Saw menanyakan tentang untanya, dia menjawab, Äku telah bertawakkal kepada Allah”. Nabi meluruskan kekeliruannya tentang arti “tawakal” dengan bersabda, “’iqilha Tsumma Tawakkal” (Tambatkanlah terlebih dahulu (untamu) kemudian setelah itu bertawakkallah) (H.R. Attirmizi).
Dalam Al Qurán kata wakiila terulang sebanyak 13 kali, Sembilan diantaranya merupakan perintah tegas atau tersirat untuk menjadikan Allah wakiila (sebagai wakil). Di sisi lain perlu dikemukakan bahwa perintah menjadikan-Nya wakiil, kesemuanya dapat dikatakan didahului oleh perintah melakukan sesuatu, baru disusul dengan perintah bertawakkal. Perhatikan misalnya Q.s. Al-Anfal 8:61; “Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepada-Nya dan bertawakkallah kepada Allah.” Demikian juga Q.s. Hud 11:123; “Kepada-Nya dikembalikan segala persoalan maka sembahlah Dia dan bertawakkallah kepada-Nya.” Dan yang lebih jelas lagi adalah Q.s. Al-Maidah 5:23; “Serbulah mereka melalui pintu gerbang (kota), maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal jika kamu benar-benar orang yang beriman.”
Dari sini jelas bahwa agama bukannya menganjurkan perintah bertawakkal atau menjadikan Allah sebagai “wakiil” agar seseorang tidak berusaha atau mengabaikan hukum-hukum sebab akibat. Tidak! Islam hanya menginginkan agar ummatnya hidup dalam realita, realita yang menunjukkan bahwa tanpa usaha tak mungkin tercapai harapan dan tak ada gunanya berlarut dalam kesedihan jika realita tidak dapat diubah lagi. “Hadapilah kenyataan, jika kenyataan itu tidak berkenan di hati anda atau tidak sesuai dengan harapan anda, maka usahakanlah agar anda menerimanya.”
Menjadikan-Nya sebagai “wakiil”, berarti seseorang harus meyakini bahwa Allah yang mewujudkan segala sesuatu yang terjadi di alam raya ini. Juga mengharuskan yang mengangkat-Nya sebagai wakiil agar menjadikan kehendak dan tindakannya sejalan dengan kehendak dan ketentuan Allah Swt. karena dengan menjadikan-Nya “Wakiil”, manusia tadi terlebih dahulu telah sadar bahwa pilihan Allah adalah pilihan terbaik.
Seorang muslim dituntut untuk berusaha, tapi dalam saat yang sama ia dituntut untuk berserah diri kepada Allah, ia dituntut melaksanakan kewajibannya, kemudian menanti hasilnya sebagaimana kehendak dan ketetapan Allah.
Anda boleh berusaha dalam batas-batas yang dibenarkan disertai dengan ambisi yang meluap-luap untuk meraih sesuatu, tetapi jangan ketika anda gagal meraihnya anda meronta atau berputus asa serta melupakan anugerah Tuhan yang selama ini telah anda capai.
Seorang muslin berkewajiban menimbang dan memperhitungkan segala segi sebelum ia melangkah kaki. Tetapi bila pertimbangannya keliru atau perhitungannya meleset, maka ketika itu akan tampillah di hadapannya Alah Swt yang dijadikannya “Wakiil”, sehingga ia tidak larut dalam kesedihan dan keputusasaan, karena ketika itu ia sungguh yakin bahwa “Wakilnya” telah bertindak dengan sangat bijaksana dan menetapkan untuknya pilihan yang terbaik. “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi (pula sebaliknya) kamu mencintai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.” (Q.s. Al-Baqarah 2:216).
Meneladani sifat Allah ini, menuntut anda untuk tidak menerima perwakilan, jika anda merasa tidak akan mampu melaksanakannya, sehingga tidak wajar anda diandalkan. Sebaliknya jika menerimanya maka hendaknya segala daya yang anda miliki anda gunakan untuk meraih yang terbaik untuk yang mewakilkan anda.

No comments:

Post a Comment