Mengkaji Strategi Dakwah
di Makkah
1.
Strategi dakwah Rasulullah SAW di Makkah
a. Masyarakat
Makkah Pada Awal Penyebaran Islam
Masyarakat
Makkah pada awal kenabian Muhammad SAW dikenal dengan sebutan jahiliyah, yakni
masyarakat yang tidak mengenal Tuhan yang sebenarnya sebab patung dan batu menjadi sembahan tuhan
mereka dan mereka hidup dalam kegelapan terutama yang berkaitan dengan akhlak
dan moral. Masyarakat Arab waktu itu
sudah menyimpang jauh dan ajaran agama Tauhid, yang telah diajarkan oleh para
rasul terdahulu, seperti Nabi Ibrahim A.S. Mereka umumnya beragama watsani
atau agama penyembah berhala. Berhala-berhala yang mereka puja itu mereka
letakkan di Ka’bah (Baitullah = rumah Allah SWT) yang jumlahnya mencapai
300 lebih. Di
antara berhala-berhala yang termashyur bernama: Ma’abi, Hubal, Khuza’ah, Lata,
Uzza, dan Manat. Kebiasaan buruk lainnya dalam masyarakat jahiliyah adalah
suburnya tindak kejahatan, perjudian, mabuk-mabukan, pertikaian antar suku,
saling membunuh bahkan mengubur bayi perempuan yang masih hidup menjadi
kebiasaan mereka. Tatanan kehidupan masyarakat tidak berjalan, yang berlaku
hanyalah hukum rimba, siapalah yang kuat dia yang berkuasa dan siapa yang
menang dia yang berkuasa. Mereka sudak tidak menjadikan ajaran para nabi
terdahulu sebagai pedoman hidupnya. Selain itu ada pula sebagian
masyarakat Arab jahiliyah yang menyembah malaikat dan bintang yang dilakukan
kaum Sabi’in serta menyembah matahari, bulan, dan jin yang diperbuat oleh
sebagian masyarakat di luar kota Mekah. Dalam
situasi inilah Allah SWT mengutus nabi Muhammad SAW untuk menyampaikan
dakwah ajaran
Islam.
b. Substansi
dan strategi dakwah Rasulullah Saw Periode Makkah
1) Substansi dakwah Rasulullah SAW
Substansi ajaran Islam periode
Makkah, yang didakwahkan Rasulullah SAW di awal
kenabiannya adalah sebagai berikut :
a) Keesaan
Allah SWT
Islam mengajarkan bahwa
pencipta dan pemelihara alam semesta adalah Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.
Allah SWT tempat bergantung segala apa saja dan makhluk-Nya, tidak beranak dan
tidak diperanakkan, serta tidak ada selain Allah SWT, yang menyamai-Nya (baca
dan pelajari QS. A1-Ikhlas, 112: 1-4).
Umat manusia harus beribadah
atau menghambakan diri hanya kepada Allah SWT. Beribadah atau menyembah kepada
selain Allah SWT, termasuk ke dalam perilaku syirik, yang hukumnya haram, dan
merupakan dosa yang paling besar (lihat Q.S An-Nisa’, 4: 48).
b) Hari
Kiamat sebagai hari pembalasan
Islam mengajarkan bahwa mati
yang dialami oleh setiap manusia, bukanlah akhir kehidupan, tetapi merupakan
awal dan kehidupan yang panjang, yakni kehidupan di alam kubur dan di alam
akhirat.
Manusia yang ketika di dunianya
taat beribadah, giat beramal saleh, dan senantiasa berbudi pekerti yang
terpuji, tentu akan memperoleh balasan yang menyenangkan. Di alam kubur akan
memperoleh berbagai kenikmatan dan di alam akhirat akan ditempatkan di surga
yang penuh dengan hal-hal yang memuaskan. Tetapi manusia yang ketika di dunianya
durhaka kepada Allah SWT dan banyak berbuat jahat, tentu setelah matinya akan
mendapat siksa kubur dan dicampakkan ke dalam neraka yang penuh dengan berbagai
macam siksaan. (Baca dan pelajari Q.S. Al-Qari’ah, 101: 1-11)
Kesucian jiwa
Islam menyerukan umat manusia
agar senantiasa berusaha menyucikan jiwanya dan melarang keras mengotorinya.
Seseorang dianggap suci jiwanya apabila selama hayat di kandung badan
senantiasa beriman dan bertakwa atau meninggalkan segala perbuatan dosa, dan
dianggap mengotori jiwanya apabila durhaka pada Allah SWT dan banyak berbuat
dosa.
Sungguh beruntung orang yang
senantiasa memelihara kesucian jiwanya, dan alangkah ruginva orang yang
mengotori jiwanya (baca Q.S. Asy-Syams, 91: 9-10).
Artinya : “Sesungguhnya
beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang
yang mengotorinya”.
c) Persaudaraan
dan Persatuan
Persaudaraan mempunyai hubungan
yang erat dengan persatuan, bahkan persaudaraan landasan bagi terwujudnya
persatuan.Islam mengajarkan bahwa sesama orang beriman adalah bersaudara.
Mereka dituntut untuk saling mencintai dan sayang-menyayangi, di bawah naungan
rida Ilahi. Rasulullah SAW bersabda: “Tidak dianggap beriman seorang Muslim di
antara kamu, sehingga ia mencintai saudaranya, seperti rnencintai dirinya.”
(H.R. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Nasa’i).
Selain itu sesama umat Islam,
hendaknya saling menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, jangan sekali-kali
tolong-menolong dalam dosa serta permusuhan. Jangan saling menganiaya dan
jangan pula membiarkan saudaranya yang teraniaya tanpa diberikan pertolongan.
Sedangkan umat Islam yang mampu disuruh untuk memberikan pertolongan kepada
saudaranya yang du’afa, yakni para fakir miskin dan anak-anak yatim telantar
(baca dan pelajari Q.S. Al-Ma’un, 107: 1-7).
2) Strategi dakwah Rasulullah SAW.
Tujuan dakwah Rasulullah SAW
pada periode Mekah adalah agar masyarakat Arab meninggalkan kejahiliahannya di
bidang agama, moral, dan hukum. Sehingga menjadi umat yang meyakini kebenaran
kerasulan Nabi Muhammad SAW dan ajaran Islam yang disampaikannya, kemudian
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika masyarakat Arab telah
mengamalkan seluruh ajaran Islam dengan niat ikhlas karena Allah SWT dan sesuai
dengan petunjuk-petunjuk Rasulullah SAW, tentu mereka akan memperoleh
keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat. Adapun
strategi dakwah Rasulullah SAW dalam berusaha mencapai tujuan yang luhur
tersebut sebagai berikut:
a) Dakwah
secara sembunyi-sembunyi selama 3-4 tahun.
Cara ini ditempuh oleh
Rasulullah SAW karena beliau begitu yakin, bahwa masyarakat Arab jahiliah,
masih sangat kuat mempertahankan kepercayaan dan tradisi warisan leluhur
mereka. Sehingga mereka bersedia berperang dan rela mati dalam
mempertahankannya. Pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi ini, Rasulullah
SAW menyeru untuk masuk Islam, orang-orang yang berada di lingkungan rumah
tangganya sendiri dan kerabat serta sahabat dekatnya. Mengenai orang-orang yang
telah memenuhi seruan dakwah Rasulullah SAW tersebut adalah : Khadijah binti
Khuwailid (istri Rasulullah SAW, wafat tahun ke-10 dari kenabian), Ali bin Abu
Thalib (saudara sepupu Rasulullah SAW yang tinggal serumah dengannya, waktu
masuk Islam ia baru berusia 10 tahun), Zaid bin Haritsah (anak angkat Rasulullah
SAW, wafat tahun 8 H = 625 M), Abu Bakar Ash-Shiddiq (sahabat dekat Rasulullah
SAW, yang hidup dan tahun 573 - 634 M), dan Ummu Aiman (pengasuh Rasulullah SAW
pada waktu kecil).
Sesuai dengan ajaran Islam,
bahwa berdakwah bukan hanya kewajiban Rasulullah SAW, tetapi juga kewajiban
para pengikutnya (umat Islam), maka Abu Bakar Ash-Shiddiq, seorang saudagar
kaya, yang dihormati dan disegani banyak orang. Karena budi bahasanya yang
halus, ilmu pengetahuannya yang luas, dan pandai bergaul telah meneladani
Rasuliillah SAW, yakni berdakwah secara sembunyi-sembunyi.
Usaha dak’wah Abu Bakar
Ash-Shiddiq berhasil karena ternyata beberapa orang kawan dekatnya menyatakan
diri masuk Islam, mereka adalah :
(1)
Abdul Amar
dari Bani Zuhrah, Abdul Amar berarti hamba milik si Amar. Karena Islam melarang
perbudakan, kemudian nama itu diganti oleh Rasulullah SAW menjadi Abdurrahman
bin Auf, yang artinya hamba Allah SWT Yang Maha Pengasih.
(2)
Abu
Ubaidah bin Jarrah dan Bani Hari.
(3)
Utsman bin
Affan.
(4)
Zubair bin
Awam.
(5)
Sa’ad bin
Ahu Waqqas.
(6)
Thalhah
bin Ubaidillah.
Orang-orang yang masuk Islam,
pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi, yang namanya sudah disebutkan di
atas disebut Assabiqunal Awwalun (pemeluk Islam generasi awal).
No comments:
Post a Comment