Setiap makhluk yang
berjiwa pasti mengalami kematian, tidak terkecuali manusia. Allah swt.
memuliakan manusia semasa hidupnya ataupun ketika meninggalnya, oleh karenanya
fardhu kifayah hukumnya melaksanakan perawatan terhadap jenazah sesama muslimnya. Perawatan dimaksud adalah :
memandikan, mengkafani, menyalatkan dan menguburkan.
Anak yang dilahirkan
sebelum waktunya dan yang lahir dalam keadaan sudah mati, maka tidak
disembahyangkan. Bila lahir dan masih terlihat tanda-tanda hidupnya baru
kemudian meninggal, maka diperlakukan seperti layaknya orang dewasa.
A.
MERAWAT ORANG
SAKIT KERAS (MUHTADLIR/KOMA)
Bila telah nampak tanda-tanda ajal telah
tiba, maka tindakan yang sunah dilakukan oleh keluarga atau orang yang menunggu adalah sebagai berikut:
1.
Membaringkan muhtadlir pada lambung
sebelah kanan dan menghadapkannya ke arah qiblat. Jika tidak memungkinkan
semisal karena tempatnya terlalu sempit atau ada semacam gangguan pada lambung
kanannya, maka ia dibaringkan pada lambung sebelah kiri, dan bila masih tidak
memungkinkan, maka diterlentangkan menghadap kiblat dengan memberi ganjalan di
bawah kepala agar wajahnya bisa menghadap qiblat.
Bila tetap tidak mungkin (karena
sulit) maka cukup dibaringkan terlentang dengan kepala di utara.
2.
Dibacakan surat Yasin dengan suara agak keras, dan surat Ar Ra’du
dengan suara pelan. Faedahnya adalah untuk mempermudah keluarnya ruh. Juga memperbanyak baca Fatihah
3.
Membisikkan harapan-harapan baik di telinganya, jangan
menakut-nakuti.
4.
Membimbing / membisikkan kalimat ALLAH..ALLAH..ALLAH
di telinganya dengan santun, tanpa ada kesan memaksa.
5.
Memberi minum apabila melihat bahwa ia
menginginkannya. Sebab dalam kondisi seperti ini, bisa saja syaitan menawarkan
minuman yang akan ditukar dengan keimanannya.
6.
Orang yang menunggu sama sekali tidak diperbolehkan
membicarakan kejelekannya, sebab malaikat akan mengamini perkataan
mereka.
7.
Keluarganya dilarang keras menangis histeris atau
susah yang berlebihan
B. SESAAT SETELAH AJAL TIBA
B. SESAAT SETELAH AJAL TIBA
Setelah yang sakit dipastikan telah meninggal,
tindakan selanjutnya yang sunah untuk dilakukan adalah sebagai berikut:
1.
Segera
memindahkan janazah ke tempat khusus (SEPERTI DIPAN). Kepala disebelah timur,
mata dipejamkan, dagu diikat ke kepala, tangan disedekap-kan, badan dan kaki
diluruskan selurus mungkin, semua pekerjaan ini supaya dilakukan dengan
hati-hati dan lemah lembut, janazah harus dihormati ssebaik-baiknya.
2. Saat memejamkan kedua matanya seraya membaca:
بِسْمِ
اللهِ وَعَلٰى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ، اللّـٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُ، وَارْحَمْهُ،
وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ فِي الْمَهْدِيِّينَ، وَاخْلُفْهُ فِي عَقِبِهِ فِي
الْغَابِرِينَ، وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ، وَافْسَحْ لَهُ
فِي قَبْرِهِ، وَنَوِّرْ لَهُ فِيهِ.
3.
Sambil menunggu saat memandikannya,
janazah dijaga dan ditunggu (bergantian) sambil memanjatkan doa, baca surat al
Fatichah, Al Ikhlas, Yasin dll. Dengan harapan semuanya bermanfaat utuk ruh
almarhum/mah, keluarga yang ditinggal serta yang berta’ziyah.
C.
MEMANDIKAN
JENAZAH
a. Syarat
jenazah yang wajib dimandikan
1. Jenazah
seorang muslim atau muslimat.
2. Bagian
dari tubuh jenazah masih ada, walaupun sebagian.
3. Matiannya
bukan karena mati syahid.
b. Yang
berhak memandikan jenazah
Mayat laki-laki harus dimandikan oleh
laki-laki pula, kecuali istri atau mahramnya, begitu pula sebaliknya. Apabila
istri dan mahramnya sama-sama ada maka
yang paling berhak adalah istrinya, begitu juga sebaliknya. Hal ini dimaksudkan
agar apabila pada mayat terdapat aib, suami/istri dan mahram
lebih bisa menjaga kerahasiannya.
Oleh karena itu bila orang lain yang
memandikan, maka harus dipilih
mereka yang betul-betul dapat dipercaya. Nabi saw.
bersabda :
لِيَغسِل
مَوْتَاكُـمُ المْـَـأمُوْنُوْنَ
رواه ابن ماجه
Artinya : Hendaknya yang
memandikan jenazah itu, orang-orang yang terpercaya. HR. Ibnu Majah
c. Cara
memandikan jenazah
1. Yang
memandikan boleh berniat dan boleh tidak.
2. Jenazah
hendaknya diletakkan di tempat yang agak tinggi dan terlindung dari terik
matahari, hujan atau pandangan orang banyak
3. Jenazah
dibersihkan dari kotoran dan najis yang melekat di tubuhnya, termasuk yang ada
pada kuku jarinya serta mulut dan giginya, begitu juga yang ada di setiap
lubang tubuhnya.
4. Jenazah
diangkat (agak didudukkan) diurut/ditekan perutnya agar kotoran yang mungkin
akan keluar dapat dikeluarkan secara tuntas.
5. Ketika
membersihkan kemaluan jenazah, hendaknya memakai kaos tangan, karena menyentuh
kemaluan orang lain haram hukumnya, kecuali suami istri.
6. Menyiramkan
air ke seluruh badan sampai merata, dimulai dari anggota badan sebelah kanan.
7. Setelah
itu disabun dan disiram kembali dengan air yang dicampur kapur barus, daun
bidara atau apa saja yang harum baunya dan tidak mengandung najis, sunat
dilakukan tiga kali berturut-turut.
8. Setelah
selesai, kemudian diwudhu’i.
9. Air
yang masih melekat di badan dan rambut jenazah supaya dihanduki dan kemudian
disisir rambutnya, bila ada rambut yang rontok hendaknya diletakkan kembali di
sela-sela rambutnya, kedua tangannya diletakkan di atas dada.
10. Kalau
karena sesuatu hal ada bagian tubuh jenazah yang tidak dapat dibasahi dengan
air (karena luka terbakar atau anak lelaki yang belum dikhitan) maka bagian
tersebut dibiarkan, dan sebagai gantinya jenazah ditayamumi.
11. Jika
tidak didapati yang sejenis kelamin dengan mayat dan tidak ada mahramnya, maka
sebaiknya mayat cukup ditayamumi saja.
Rasulullah
saw. bersabda :
عنْ
امّ عَطِـيَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا قالَتْ : دَخَل عَليْنَا النَّـبيُّ صَلى اللهُ
عَليْهِ وَسَلّمَ ونَحْنُ نغْسِل ابنَتَهُ فقال اِغْسِلنَهَا ثَلَاثًا اَوْ خَمْسًا
اَوْاَكْـثَرَ مِنْ ذلكَ إِنْ رَأيتُنَّ ذلكَ بـماءٍ وَسِدْرٍ واجْعَلنَ فِي
الآخِرَةِ كَافُوْرًا رواه البخارى ومسلم
وفى روايـةٍ اِبْدَأ بِمَيَامِهَا ومَواضِعَ الْوُضُوْءِ عَنْهَا
Artinya : Dari Ummu
‘Athiyah, ra. telah masuk kepada kami sewaktu kami memandikan puteri Beliau,
lalu Beliau bersabda : Mandikanlah dia tiga kali atau lima kali atau lebih, kalau kamu pandang
lebih baik dari itu, dengan air serta daun bidara dan basuhlah yang terakhir
dengan dicampur kapur barus. HR. Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat lain:
“Mulailah dari anggota badan yang kanan dan anggota wdlu’ dari jenazah.
D.
MENGKAFANI
JENAZAH
Minimal kain kafan untuk mayat laki-laki atau
wanita adalah satu lapis kain kafan putih, sedangkan yang sempurna adalah tiga
lapis untuk laki-laki dan lima lapis untuk wanita.
a. Cara
mengkafani jenazah laki-laki.
Kain kafan yang sudah dipotong sesuai ukuran jenazah, kemudian dihamparkan
perlembar sambil ditaburi harum-haruman. Kemudian jenazah diletakkan di
atasnya, kedua tangannya berada di atas dadanya , kemudian kain kafan itu
dibungkuskan selembar demi selembar, setelah itu diikat dengan tiga ikat tali
yang terbuat dari bagian kain kafan. Tentang tiga lembar kain kafan ini,
disebutkan dalam hadits :
عَنْ
عَائِشـةَ كُفـِنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ فى ثلاثةِ
اثْوَابٍ بِـيْضٍ سُـحُوْلِيَّـةٍ منْ كُرْسُفٍ ليْسَ فِـيْهَا قَمِيْصٌ ولا عِمَامَةٌ مـتفق عليه
Artinya : Dari Aisyah ra.
bahwa Rasulullah saw. dikafani dengan
tiga lapis kain putih bersih yang terbuat dari kapas, tidak ada di
dalamnya baju ataupun surban. HR.
Muttafaq Alaih
b. Cara
mengkafani jenazah wanita
Bagi jenazah wanita disunatkan dikafani dengan
5 lembar, yaitu : basahan (kain bawah), baju, penutup kepala dan kemudian
dibungkus dengan dua lembar kain yang menutupi seluruh tubuhnya.
Pada setiap lembar kain kafan juga disunatkan
diberi harum-haruman, kemudian juga disiapkan tiga utas tali dari bagian kain
kafan. Setelah semuanya siap lalu ditata dengan baik dan berurutan untuk
memudahkan pembungkusan. Pertama tali diletakkan, diperkirakan pada bagian
atas kepala, perut dan
di bawah kaki, lalu dua kain pembungkus dihamparkan satu persatu,
kemudian tutup kepala, lalu baju dan paling atas kain basahan. Mengkafani
dimuai dari kain basahan, baju, kerudung lalu dibungkus dengan dua lembar
secara berurutan, dan yang terakhir diikat dengan tali yang telah dipersiapkan.
Khusus bagi orang yang meninggal ketika ihram,
menurut keterangan suatu hadits tetap diperlakukan seperti jenazah biasa, akan tetapi tidak perlu
diberi harum-haruman, tidak ditutup
kepalanya serta dibungkus dengan kain ihramnya.
Adapun cara
mengurus mereka yang mati syahid, perhatikan hadits berikut :
عَنْ
جَابِرٍ عَنِ النبِى صَلى اللهُ عَليْهِ وَسَلَّمَ اَمَرَ فى قَـتْلَى اُحُدٍ بدَفْنِهِمْ
بدِمَائِهمْ وَلـمْ يُغْسَلوْا ولـمْ يُـصَلَّ عَليْـهِمْ رواه البخارى
Artinya : Dari Jabir :
Sesungguhnya Nabi saw. Memerintahka kepada sahabat-sahabat beliau,
sehubungan dengan mereka yang gugur
dalam perang Uhud, supaya mereka dikubur beserta darah mereka, tidak dimandikan
dan tidak pula disembahyangkan. HR.
Bukhari
No comments:
Post a Comment