AL
QUR'AN TENTANG
KONTROL
DIRI, HUSNUDDHAN, UKHUWWAH
KOMPETENSI DASAR
3.1 Menganalisis Q.S. al-Hujurat/ 49: 10 dan 12;
serta hadis tentang kontrol diri (mujahadah an-nafs), prasangka baik
(husnuzan), dan persaudaraan (ukhuwah
Indikator Pencapaian Kompetensi
3.1.1 Siswa mampu menganalisis kandungan Q.S. Al-Hujurat (49) : (49) : 10 dan 12;
TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Menunjukkan perilaku kontrol diri (mujahadah
an-nafs), prasangka baik (husnuddlan), dan persaudaraan (ukhuwah) sebagai implementasi
dari pemahaman Q.S. al-Hujurat/ 49: 10 dan 12 serta
hadits terkait
3. Mampu
menganalisis Q.S. Al-al-Hujurat/ 49: 10 dan 12; serta hadits tentang kontrol diri (mujahadah an-nafs),
prasangka baik (hudnuddlan), dan persaudaraan (ukhuwah)
C. MEMBACA
DENGAN BAIK / BENAR AL QUR'AN SURAT AL ANFAL AYAT 72, AL HUJURAT AYAT10
DAN AYAT 12
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا
اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ. الحجرات :٤٩:١٠
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ
إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ
أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ
وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ. الحجرات : ٤٩:١٢
Artinya :
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya
pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan
pertoIongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi.
Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada
kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan
tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan)
agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah
ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan. Al Anfal 72
Orang-orang
beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan)
antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat
rahmat. Al Hujurat 10
Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena
sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang
dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang
suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat
lagi Maha Penyayang. Al Hujurat 12
KANDUNGAN
QS. Al Hujurat (49):10; dan QS Al Hujurat (49):12
Dalam Tafsir Jalalain dijelaskan:
010. (Sesungguhnya orang-orang
mukmin adalah saudara) dalam seagama (karena itu damaikanlah antara kedua
saudara kalian) apabila mereka berdua bersengketa. Menurut qiraat yang lain
dibaca Ikhwatikum, artinya saudara-saudara kalian (dan bertakwalah kepada Allah
supaya kalian mendapat rahmat.)
011. (Hai orang-orang yang beriman,
janganlah berolok-olokan) dan seterusnya, ayat ini diturunkan berkenaan dengan
delegasi dari Bani Tamim sewaktu mereka mengejek orang-orang muslim yang
miskin, seperti Ammar bin Yasir dan Shuhaib Ar-Rumi. As-Sukhriyah artinya merendahkan
dan menghina (suatu kaum) yakni sebagian di antara kalian (kepada kaum yang
lain karena boleh jadi mereka yang diolok-olokkan lebih baik dari mereka yang
mengolok-olokkan) di sisi Allah (dan jangan pula wanitawanita) di antara kalian
mengolok-olokkan
(wanita-wanita
lain karena boleh jadi wanita-wanita yang diperolok-olokkan lebih baik dari
wanita-wanita yang mengolok-olokkan dan janganlah kalian mencela diri kalian
sendiri) artinya, janganlah kalian mencela, maka karenanya kalian akan dicela;
makna yang dimaksud ialah, janganlah sebagian dari kalian mencela sebagian yang
lain (dan janganlah kalian panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk)
yaitu janganlah sebagian di antara kalian memanggil sebagian yang lain dengan
nama julukan yang tidak disukainya, antara lain seperti, hai orang fasik, atau
hai orang kafir.
(Seburuk-buruk
nama) panggilan yang telah disebutkan di atas, yaitu memperolok-olokkan orang
lain mencela dan memanggil dengan nama julukan yang buruk (ialah nama yang
buruk sesudah iman) lafal Al-Fusuuq merupakan Badal dari lafal Al-Ismu, karena
nama panggilan yang dimaksud memberikan pengertian fasik dan juga karena nama
panggilan itu biasanya diulangulang (dan barang siapa yang tidak bertobat) dari
perbuatan tersebut (maka mereka itulah orang-orang yang lalim.)
012. (Hai orang-orang yang beriman,
jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah
dosa) artinya, menjerumuskan kepada dosa, jenis prasangka itu cukup banyak,
antara lain ialah berburuk sangka kepada orang mukmin yang selalu berbuat baik.
Orang-orang mukmin yang selalu
berbuat baik itu cukup banyak, berbeda keadaannya dengan orang-orang fasik dari
kalangan kaum muslimin, maka tiada dosa bila kita berburuk sangka terhadapnya
menyangkut masalah keburukan yang tampak dari mereka (dan janganlah kalian
mencari-cari kesalahan orang lain) lafal Tajassasuu pada asalnya adalah
Tatajassasuu, lalu salah satu dari kedua huruf Ta dibuang sehingga jadilah
Tajassasuu, artinya janganlah kalian mencari-cari aurat dan keaiban mereka
dengan cara menyelidikinya (dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian
yang lain) artinya, janganlah kamu mempergunjingkan dia dengan sesuatu yang
tidak diakuinya, sekalipun hal itu benar ada padanya.
(Sukakah salah
seorang di antara kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati?) lafal
Maytan dapat pula dibaca Mayyitan; maksudnya tentu saja hal ini tidak layak
kalian lakukan. (Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya) maksudnya,
mempergunjingkan orang semasa hidupnya sama saja artinya dengan memakan
dagingnya sesudah ia mati.
Kalian jelas tidak akan menyukainya,
oleh karena itu janganlah kalian melakukan hal ini. (Dan bertakwalah kepada
Allah) yakni takutlah akan azab-Nya bila kalian hendak mempergunjingkan orang
lain, maka dari itu bertobatlah kalian dari perbuatan ini (sesungguhnya Allah
Maha Penerima tobat) yakni selalu menerima tobat orang-orang yang bertobat
(lagi Maha Penyayang) kepada mereka yang bertobat
Allah SWT menegaskan dalam ayat 10
bahwa sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara seperti hubungan
persaudaraan antara orang-orang seketurunan karena sama-sama menganut unsur
keimanan yang sama dan kekal.
Setiap muslim memiliki hak atas
saudaranya yang sesama muslim. Dalam hadits riwayat Bukhari dari Anas bin
Malik, Rasulullah saw bersabda, “Orang muslim itu adalah saudara orang
muslim,jangan berbuat aniaya kepadanya, jangan membuka aibnya, jangan
menyerahkannya kepada musuh, dan jangan meninggikan bagian rumah sehingga
menutup udara tetangganya kecuali dengan izinnya, jangan mengganggu tetangganya
dengan asap makanan dari periuknya kecuali jika ia memberi segayung dari
kuahnya.
Jangan membeli buah-buahan untuk
anak-anak, lalu dibawa keluar (diperlihatkan) kepada anak-anak tetangganya
kecuali jika mereka diberi buah-buahan itu. “Kemudian Nabi saw bersabda:
“Peliharalah
(norma-norma pergaulan) tetapi (sayang) hanya sedikit di antara kamu yang
memeliharanya. “Dalam hadits shahih lain yang dinyatakan, “Apabila seorang
muslim mendo’akan saudaranya yang ghaib, maka malaikat berkata ‘Amin’, dan
semoga kamu pun mendapat seperti itu.”
Dalam ayat 11 dan 12 Allah SWT
menjelaskan bagaimana sebaiknya pergaulan di antara orang-orang beriman. Di
dalamnya terdapat hal-hal yang diperingatkan Allah agar kaum beriman
menjauhinya karena dapat merusak persaudaraan di antara mereka.
Diriwayatkan bahwa ayat 11 ini
diturunkan berkenaan dengan tingkah laku kabilah Bani Tamim yang pernah
berkunjung kepada Rasulullah saw lalu mereka memperolok-olokkan beberapa
shahabat yang fakir-miskin, seperti Amar, Suhaib, Bilal, Khabbab, Salman
al-Farisi, dll. karena pakaian mereka sangat sederhana.
Muslim meriwayatkan dari Abu
Hurairah, sabda Rasulullah saw,”Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa
dan hartamu tetapi Ia memandang kepada hati dan perbuatanmu.”
Pada ayat ini pula Allah menyebutkan
wanita secara khusus sebagai peringatan terhadap kebiasaan tercela kaum wanita
dalam bergaul. Terdapat riwayat yang melatarbelakangi turunnya ayat ini ialah
berkenaan dengan kisah Shafiyah binti Huyay bin Akhtab yang pernah datang
menghadap Rasulullah saw dan melaporkan bahwa beberapa wanita di Madinah pernah
menegur dia dengan kata-kata yang menyakitkan hati, seperti:
“Hai perempuan
Yahudi,Keturunan Yahudi dan sebagainya”, sehingga Nabi saw bersabda kepadanya,
“Mengapa tidak engkau jawab saja, ayahku Nabi Harun, pamanku Nabi Musa, dan
suamiku adalah Muhammad.”
Dalam ayat 10 Allah SWT
memperingatkan kaum mukmin supaya jangan saling mengolokkan karena boleh jadi
kaum yang diperolok-olokkan pada sisi Allah jauh lebih mulia dan terhormat dari
mereka yang mengolok-olokkan dan kaum wanita pun jangan saling mengolokkan
karena boleh jadi wanita yang diperolok-olokkan pada sisi Allah lebih baik dari
wanita yang mengolok-olokkan.Kemudian Allah SWT melarang kaum mukmin mencela
diri mereka sendiri karena mereka bagaikan satu tubuh yang diikat dengan
persatuan.
Dilarang pula panggil-memanggil
dengan gelar yang buruk seperti panggilan kepada seseorang yang sudah beriman
dengan kata-kata : hai fasik,kafir,dsb. Panggilan yang buruk dilarang diucapkan
karena gelar-gelar buruk itu dapat mengingatkan kefasikan setelah beriman. Barang
siapa tidak bertaubat dari memanggil dengan gelar-gelar buruk maka akan
menerima konsekuensi dari Allah berupa azab pada Hari Kiamat.
Dalam ayat 12 Allah SWT memberi
peringatan kepada orang-orang yang beriman, supaya mereka menjauhkan diri dari
su’uzhan / prasangka buruk terhadap orang-orang beriman. Jika mereka mendengar
sebuah kalimat yang keluar dari saudaranya yang mukmin maka kalimat itu harus
diberi tanggapan dan ditujukan kepada pengertian yang baik, jangan sampai
timbul salh paham, apalagi menyelewengkannya sehingga menimbulkan fitnah dan
prasangka. Kemudian Allah SWT menerangkan penyebab wajibnya orang mukmin
menjauhkan diri dari prasangka yaitu karena sebagian prasangka itu mengandung
dosa.
Allah melarang pula ghibah,namimah,
dan mencari-cari aib orang lain. Mengenai definisi ghibah, Rasulullah saw
bersabda, “Ghibah ialah engkau menceritakan saudaramu tentang sesuatu yang ia
benci. “Si penanya kembali bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu
bila yang diceritakannya itu benar ada padanya? “Rasulullah menjawab, “Kalau
memang benar ada padanya, itu ghibah namanya. Jika tidak benar engkau berbuat
buhtan (dusta).”(HR.Muslim,Tirmizi,Abu Daud, dan Ahmad). Sedangkan namimah
dapat dibagi menjadi hamz (mencaci maki) dan lamz (mencela).(QS.Al-Humazah: 1)
Rasulullah mengecam orang yang suka
ghibah dan mencari-cari kesalahan orang. Diriwayatkan oleh Abi Barzah
al-Islami, sabda Rasulullah saw, “Wahai orang-orang yang beriman dengan
lidahnya, tetapi iman itu belum masuk juga dalam hatinya, jangan sekali-kali
kamu berghibah (bergunjing) terhadap kaum muslimin dan jangan sekali-kali
mencari noda atau auratnya. Karena barang siapa mencari-cari noda mereka, maka
Allah akan membalas pula dengan membuka noda-nodanya. Dan barang siapa yang
diketahui kesalahannya oleh Allah, niscaya Dia akan menodai kehormatannya dalam
lingkungan keluarganya sendiri.”
Adapun beberapa pengecualian
dibolehkannya ghibah adalah sbb:
· Orang yang mazlum (dianiaya)
menceritakan keburukan orang yang menzaliminya dalam rangka menuntut haknya.
· Jika bertujuan memberi nasehat
pada kaum muslimin tentang agama dan dunia mereka.
· Dilakukan dengan niat baik dan
mengharapkan ridha Allah semata.
Pada ayat 13, Allah menjelaskan
bahwa manusia diciptakan-Nya bermacam-macam bangsa dan suku supaya saling
mengenal dan saling menolong dalam kehidupan bermasyarakat. Dan tidak ada
kemuliaan seseorang di sisi Allah kecuali dengan ketakwaannya.
Dalam suatu hadits riwayat Abu Hatim
yang bersumber dari Ibnu Mulaikah berkenaan turunnya ayat ini ialah bahwa ketika
fathu Makkah, Bilal naik ke atas Ka’bah untuk adzan. Beberapa orang berkata,
“Apakah pantas budak hitam adzan di atas Ka’bah?”. Maka berkatalah yang lain,
“Sekiranya Allah membenci orang ini, pasti Allah akan menggantinya. “Maka
datanglah malaikat Jibril memberitahukan kepada Rasulullah saw apa yang mereka
ucapkan. Maka turunlah ayat ini yang melarang manusia menyombongkan diri karena
kedudukan,pangkat, kekayaan, dan keturunan dan bahwa kemuliaan seseorang di
sisi Allah dinilai dari derajat ketakwaannya.
Ayat ini juga menyatakan bahwa
persaudaraan Islam berlaku untuk seluruh umat manusia tanpa dibatasi oleh
bangsa, warna kulit, kekayaan dan wilayah melainkan didasari oleh ikatan
aqidah. Persaudaraan merupakan pilar masyarakat Islam dan salah satu basis kekuatannya.
“Seorang mukmin terhadap mukmin yang lainnya bagaikan bangunan yang saling
mengikat dan menguatkan serta bagaikan jalinan antara jari-jemari.”
(HR.Muttafaq’alaih dari Abu Musa r.a.)
Rasulullah saw pernah menganggap
persaudaraan antar umat Islam adalah basis yang sangat penting sehingga hal
yang dilakukan beliau adalah mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar secara
formal satu dengan yang lainnya ketika hijrah ke Madinah.
No comments:
Post a Comment