a) Dakwah
Secara terang-terangan
Dakwah secara terang-terangan
ini dimulai sejak tahun ke-4 dari kenabian, yakni setelah turunnya wahyu yang
berisi perintah Allah SWT agar dakwah itu dilaksanakan secara terang-terangan.
Wahyu tersebut berupa ayat Al-Qur’an Surah 26: 214-216 (coba kamu cari dan
pelajari).
Tahap-tahap dakwah Rasulullah
SAW secara terang-terangan ini antara lain sebagai berikut :
1) Mengundang kaum kerabat keturunan dari Bani Hasyim, untuk menghadiri jamuan makan dan mengajak mereka agar masuk Islam. Tetapi karena cahaya hidayah Allah SWT waktu itu belum menyinari hati mereka, mereka belum menerima Islam sebagai agama mereka. Namun ada 3 orang kerabat dari kalangan Bani Hasyim yang sebenarnya sudah masuk Islam, tetapi merahasiakan keislamannya, pada waktu itu dengan tegas menyatakan keislamannya. Mereka adalah Ali bin Abu Thalib, Ja’far bin Abu Thalib, dan Zaid bin Haritsah.
2) Rasulullah
SAW mengumpulkan para penduduk kota Mekah, terutama yang berada dan bertempat
tinggal di sekitar Ka’bah untuk berkumpul Bukit Shafa, yang letaknya tidak jauh
dan Ka’bah. Rasulullah SAW memberi peringatan kepada semua yang hadir agar
segera meninggalkan penyembahan terhadap berhala-berhala dan hanya menyembah
atau menghambakan diri kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta dan
Pemelihara alam semesta. Rasulullah SAW juga menegaskan, jika peringatan yang
disampaikannya itu dilaksanakan tentu akan meraih rida Ilahi bahagia di dunia
dan di akhirat. Tetapi apabila peringatan itu diabaikan tentu akan mendapat
murka Allah SWT, sengsara di dunia dan di akhirat.
Menanggapi dakwah Rasulullah
SAW tersebut di antara yang hadir ada kelompok yang menolak disertai teriakan
dan ejekan, ada kelompok yang diam saja lalu pulang. Bahkan Abu Lahab, bukan
hanya mengejek tetapi berteriak-teriak bahwa Muhammad orang gila, seraya ia
berkata “Celakalah engkau Muhammad, untuk inikah engkau mengumpulkan kami?”
Sebagai balasan terhadap kutukan Abu Lahab itu turunlah ayat Al- Qur’an yang
berisi kutukan Allah SWT terhadap Abu Lahab, yakni Surat Al-Lahab, 111: 1-5
(coba kamu cari dan pelajari ayat Al-Qur’an tersebut).
Pada periode dakwah secara
terang-terangan ini juga telah menyatakan diri masuk Islam dua orang kuat dari
kalangan kaum kafir Quraisy, yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi SAW)
dan Umar bin Khattab. Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam pada tahun ke-6
dari kenabian sedangkan Umar bin Khattab (581-644 M), tidak lama setelah
sebagian kaum Muslimin berhijrah ke Habasyah atau Ethiopia pada tahun 615 M.
3) Rasulullah
SAW menyampaikan seruan dakwahnya kepada para penduduk di luar kota Mekah.
Sejarah mencatat bahwa penduduk di luar kota Mekah yang masuk Islam antara lain
:
(a) Abu Zar
Al-Giffari, seorang tokoh dan kaum Giffar, yang bertempat tinggal di sebelah
barat laut Mekah atau tidak jauh dari laut Merah, menyatakan diri di hadapan
Rasulullah SAW masuk Islam. Keislamannya itu kemudian diikuti oleh kaumnya.
(b) Tufail bin
Amr Ad-Dausi, seorang penyair terpandang dari kaum Daus yang bertempat tinggal
di wilayah barat kota Mekah, menyatakan diri masuk Islam di hadapan Rasulullah
SAW. Keislamannya itu diikuti oleh bapak, istri, keluarganya, serta kaumnya.
(c) Dakwah
Rasulullah SAW terhadap penduduk Yatsrib (Madinah), yang datang ke Mekah untuk
berziarah nampak berhasil. Berkat cahaya hidayah Allah SWT, para penduduk
Yatsrib, secara bergelombang telah masuk Islam di hadapan Rasulullah SAW.
Gelombang pertama tahun 620 M,
telah masuk Islam dari suku Aus dan Khazraj sebanyak 6 orang.
Gelombang kedua tahun 621 M, sebanyak
13 orang dan pada gelombang ketiga tahun berikutnya lebih banyak lagi.
Pada gelombang ketiga ini telah
datang ke Mekah untuk berziarah dan menemui Rasulullah SAW, umat Islam penduduk
Yatsrib yang jumlahnya mencapai 73 orang di antaranya 2 orang wanita. Waktu itu
ikut pula berziarah ke Mekah, orang-orang Yatsrib yang belum masuk Islam. Di
antaranya Abu Jabir Abdullah bin Amr, pimpinan kaum Salamah, yang kemudian
menyatakan diri masuk Islam di hadapan Rasulullah SAW.
Pertemuan umat Islam Yatsrib
dengan Rasulullah SAW pada gelombang ketiga ini, terjadi pada tahun ke-13 dari
kenabian dan menghasilkan Bai’atul Aqabah. Isi Bai’atul Aqabah tersebut merupakan pernyataan umat Islam
Yatsrib bahwa mereka akan melindungi dan membela Rasulullah SAW. Walaupun untuk
itu mereka harus mengorbankan tenaga, harta, bahkan jiwa. Selain itu, mereka
memohon kepada Rasulullah SAW dan para pengikutnya agar berhijrah ke Yatsrib.
Setelah terjadinya peristiwa
Bai’atul Aqabah itu, kemudian Rasulullah SAW menyuruh para sahabatnya yakni
orang-orang Islam yang bertempat tinggal di Mekah, untuk segera berhijrah ke
Yatsrib. Para sahabat Nabi SAW melaksanakan suruhan Rasulullah SAW tersebut.
Mereka berhijrah ke Yatsrib secara diam-diam dan sedikit demi sedikit, sehingga
dalam waktu dua bulan sebanyak 150 orang umat Islam penduduk Mekah telah
berhijrah ke Yatsrib.
Sedangkan Nabi Muhammad SAW,
Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., dan Ali bin Abu Thalib masih tetap tinggal di
Mekah, menunggu perintah dari Allah SWT untuk berhijrah. Setelah datang
perintah dari Allah SWT, kemudian Rasulullah SAW berhijrah bersama Abu Bakar
Ash-Shiddiq r.a., meninggalkan kota Mekah tempat kelahirannya menuju Yatsrib.
Peristiwa hijrah Rasulullah SAW ini terjadi pada awal bulan Rabiul Awal tahun
pertama hijrh (622 M). Sedangkan Ali bin Abu Thalib, tidak ikut berhijrah
bersama Rasulullah SAW, karena beliau disuruh Rasulullah SAW untuk
mengembalikan barang-barang orang lain yang dititipkan kepadanya. Setelah
perintah Rasulullah SAW itu dilaksanakan, kemudian Ali bin Abu Thalib menvusul
Rasulullah SAW berhijrah ke Yatsrib.
2.
Hikmah strategi dakwah Rasulullah Saw periode Mekah
Hikmah yang dapat diambil dari
sejarah dakwah Rasulullah saw periode Mekah, antara lain sebagai berikut :
a. Menyadari
bahwa melalui sifat sabar, ulet, lemah lembut dan tidak merusak dalam
menjalankan amar ma’ruf nahi munkar pasti akan mendapatkan pertolongan Allah
SWT
b. Menyadari
dan memahami bahwa seorang rasul hanyalah bertugas menyampaikan risalah dari
Allah SWT. Seorang rasul tidak bisa memberi petunjuk (hidayah) bahkan kepada
keluarga dan orang yang dicintai sekalipun. ( QS. 28 : 56 )
c. Memahami
bahwa Allah SWT pasti akan menguji seseorang yang akan terpilih menjadi utusan
atau rasul-Nya. Oleh karena itu sangat wajar bila sesorang ingin menjadi
pemimpin atau menduduki jabatan tertentu terlebih dahulu harus diuji.
d. Dapat
mengambil contoh cara-cara berdakwah yang dilakukan nabi saw, yaitu sangat
bijaksana, pandai menggunakan kesempatan yang berharga, dapat menarik perhatian
orang tanpa menimbulkan kebosanan. Seperti yang digambarkan dalam Surat an-Nahl
: 125 sebagai berikut :
Artinya : “Serulah (manusia)
kepada jalan tuhanmu dengan hikmah danpengajaran yang baik,
dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk” (QS. An Nahl : 125)
e. Dapat
meneladani Nabi SAW sebagai uswatun khasanah, artinya sikap dan amal perbuatan
beliau sehari-hari adalah teladan yang baik, terutama terhadap ajaran Islam
yang didakwahkannya, Firman Allah SWT :
Artinya : “Sungguh, telah ada
pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak
mengingat Allah” (QS. Al-Ahzab : 21 )
3.
Meneladani dakwah Rasulullah SAW periode Mekah dalam penerapan di era
modern.
Sikap dan perilaku yang dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut :
a. Memahami
perjuangan nabi Muhammad SAW dan meneladaninya serta ikut serta mendakwahkan
Islam sebagai tatanan kehidupan menusia agar mencapai tujuan hidupnya, selamat
dan sejahtera di dunia akhirat.
b. Melaksanakan
ajaran Islam, yakni menjalankan rukun Islam dan melestarikannya dalam kehidupan
sehari-hari dilingkungannya masing-masing dengan tidak memaksa orang lain ataui
menghina peribadatan/nama tuhan agama lain.
c. Melaksanakan
dan melestarikan sunnah Rasulullah SAW yang tidak bertentangan dengan Al
Qur’an, sesuai dengan kemampuan masing-masing.
d. Konsisten
dan komitmen men-Tuhankan Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa dan tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Menyekutukan-Nya adalah dosa besar yang
tidak terampuni ( QS. An Nisa : 116 )
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa
mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain
syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan
(sesuatu) dengan Allah, Maka Sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya”.
e. Senantiasa
jihad di jalan Allah SWT, sebagaiman firmanNya :
Artinya : ”Maka janganlah
engkau taati orang-orang kafir, dan berjuanglah terhadap mereka dengannya
(Al-Qur’an) dengan (semangat) perjuangan yang besar” (QS. Al Furqan : 52)
No comments:
Post a Comment